Oleh:
Mishad
Pagi
itu, Bude Ima baru sampai di rumah. Asisten rumah tangga di keluargaku itu
kelihatan agak bingung. Dia kemudian bertanya kepada istriku “Aplikasi iku
nopo se bu?”. Istri saya tidak menjawab tapi malah bertanya “Memange
damel nopo to bude?”. ” Tugase sekolahe Udin kale Wulan (baca: anaknya)
terose pakai aplikasi HP bu, lah kulo lan bapake mboten ngerti aplikasi iku
nopo ”. “owalah bude sampeyan gowo HP-ne rene mengko tak bantu”
begitu jawaban istri saya untuk sekedar menenangkan bude yang kelihatan masih
bingung memikirkan tugas anaknya.
Kisah nyata di atas adalah salah
satu dari sekian cerita tentang testimoni
seputar efek dari “belajar dari rumah” yang diprogramkan pemerintah
akibat dari mewabahnya virus Corona (Covid 19). Program belajar dari rumah yang
digaungkan oleh pemerintah dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang diwacanakan.
Di lapangan banyak sekali kendala-kendala yang dialami, baik oleh guru, siswa,
bahkan orang tua siswa.
Ada
dua kendala yang dialami oleh para pelaku program “belajar dari rumah”. Pertama
adalah kendala teknis. Sebagai contoh kendala teknis adalah tentang kepemilikan
gadget (HP/laptop), akses internet, hingga penguasaan teknologi
informasi. Apa yang dialami bude Ima pada kejadian di atas adalah terkait
dengan kendala teknis, yaitu penguasaan teknologi. Banyak orang tua yang tidak
paham tentang aplikasi e-learning, zoom, atau email yang banyak
digunakan dalam pembelajaran online. Anak SD ketika belajar online
di rumah sangat merepotkan orang tuanya. Karena yang menyiapkan dan mendampingi
belajar anaknya adalah orang tuanya. Lebih susah lagi jika orang tua yang
seyogyanya mendampingi belajar anaknya harus bekerja ke luar rumah.
Belajar
online juga cukup mahal. Bagi keluarga yang ekonominya pas-pasan
pembelajaran online cukup menambah pengeluaran, terutama kalau harus
menggunakan aplikasi zoom, google meet, hangout, atau aplikasi video
conference dan meeting yang lain. Saya sebagai pengajar, ketika
harus mengunduh tugas seluruh siswa saya dari aplikasi e-learning dan
email, terutama yang berbentuk file video juga membutuhkan pulsa yang lumayan
besar.
Akses
internet tidak hanya bermakna biaya pulsa, tapi juga menyangkut keberadaan
sinyal. Saya yang tinggal di kota saja terkadang kesulitan mendapatkan sinyal
yang baik, mungkin karena jenis kartunya. Tidak heran jika pak Avan Faturrahman,
seorang guru SD di daerah Banyuputih Sumenep Madura memaknai belajar di rumah
dengan versi lain. Karena keterbatasan sinyal dan kepemilikan gadget orang tua
dari siswa-siswinya, beliau mendatangi mereka ke rumahnya langsung untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar/KBM. Langkah ini bukan sesuatu yang ideal di masa pandemi virus
korona, karena beliau masih harus kontak langsung dengan siswa dan keluarganya.
Tapi ini adalah bentuk pengorbanan yang harus dilakukan beliau demi
keberlangsungan belajar murid-muridnya.
Kendala
yang tak kalah menghambatnya dalam pembelajaran online adalah kendala
non teknis. Kendala non teknis yang dimaksud adalah kondisi mental, yaitu
tingkat motivasi dan pembentukan karakter siswa. Bagaimanapun strateginya,
pembelajaran online kurang bisa memunculkan motivasi siswa atau guru
seperti halnya belajar tatap muka biasa, apalagi bicara tentang pembentukan
karakter. Pembelajaran online yang dilaksanakan dari rumah masing-masing
terkesan terlalu santai dan kurang memperhatikan etika. Bisa jadi guru atau siswa
yang KBM online itu, baru bangun tidur,
belum mandi/hanya cuci muka saja atau hanya memakai celana pendek karena
mereka hanya menampilkan mukanya saja. Dalam kondisi tersebut tentu motivasi
dan pembentukan karakter siswa sulit sekali diwujudkan.
Permasalahan
non teknis yang tak kalah peliknya terkait pembelajaran dari rumah adalah
banyaknya keluhan siswa atas banyaknya tugas dari para guru mereka. Di medsos
muncul “meme”, yaitu video seorang siswa
yang berkata “saya disuruh belajar dari rumah itu supaya imun-nya kuat,
kok malah dikasih tugas berat. Bisa jadi kalau kami stress akan gampang
terjangkit korona”. Tentu saja “meme” ini tidak untuk kita telan mentah-mentah,
tapi mungkin bisa kita cari jalan tengahnya, yaitu supaya siswa di rumah tetap
bisa belajar tapi tidak memberatkan.
Langkah
pemerintah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut sudah dilakukan. Salah satunya
adalah menggandeng TVRI untuk melakukan
pembelajaran di rumah melalui siaran/program. Maka mulai tanggal 13 April 2020
dijalankanlah program tersebut. Karena mendadak dan kurang persiapan, maka
program tersebut terkesan hanya memodifikasi konten-konten pendidikan tertentu
saja kemudian disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak. Seperti serial jalan
sesama/ sesame street dijadikan materi belajar untuk anak jenjang PAUD,
dan lain-lain. Tentu saja hujan kritik
datang dari berabagai pihak mengkritisi program dari kemendikbud yang
digawangi oleh mas menteri ini. Di running text TVRI pun telah
disosialisasikan agar pemirsa diharapkan memberikan saran/masukan untuk
perbaikan program ini.
Bagaimanapun
orang tua, apalagi yang memiliki anak yang belajar di jenjang SD harus sabar
mendampingi anaknya mengikuti pembelajaran online di rumah. Orang tua
juga tidak boleh malu untuk belajar tentang teknologi informasi. Bertanyalah
kepada guru dan siapa pun tentang kesulitan anda. Kalau sudah kepepet, kasih
saran pada guru agar memberikan pembelajaran/penugasan melalui whatsApp
saja. Karena kalau melalui wa lebih merakyat dan mayoritas/sebagian besar orang
tua bisa. Orang tua juga harus rajin membaca, sehingga kalau ditanya anaknya
tentang pelajaran tertentu juga bisa menjelaskan. Jika ada kakaknya, maka bisa dimintai tolong untuk memberi
penjelasan / mendampingi adiknya belajar.
Kejadian
apapun pasti ada hikmahnya, termasuk orang tua yang harus mengawal belajar anak
di rumah. Mungkin selama ini kita menggantungkan pendidikan anak kita lebih
kepada gurunya. Dengan momentum wabah korona ini, mungkin sudah saatnya kita
sebagai orang tua mulai berperan lebih besar atas pendidikan anak kita. Hikmah
lain yang mungkin bisa kita ambil adalah untuk lebih menghargai peran guru anak
kita di sekolah/madrasah, karena banyak orang tua yang merasa berat
mendampingi, apalagi mengajari anaknya sendiri. Sehingga orang tua mulai ada
penilaian bahwa tugas mengajar/guru ternyata berat dan orang tua rata-rata
ingin agar anaknya kalau bisa belajar di sekolah lagi. Mudah-mudahan wabah
korona ini segera berakhir, sehingga kegiatan belajar anak kita di
sekolah/madrasahnya bisa aktif dan normal kembali…. Aamiin. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar