Pengikut

Kamis, 18 Juni 2020

Mengawal Belajar Dari Rumah



Oleh:
Mishad

Pagi itu, Bude Ima baru sampai di rumah. Asisten rumah tangga di keluargaku itu kelihatan agak bingung. Dia kemudian bertanya kepada istriku “Aplikasi iku nopo se bu?”. Istri saya tidak menjawab tapi malah bertanya “Memange damel nopo to bude?”. ” Tugase sekolahe Udin kale Wulan (baca: anaknya) terose pakai aplikasi HP bu, lah kulo lan bapake mboten ngerti aplikasi iku nopo ”. “owalah bude sampeyan gowo HP-ne rene mengko tak bantu” begitu jawaban istri saya untuk sekedar menenangkan bude yang kelihatan masih bingung memikirkan tugas anaknya.
            Kisah nyata di atas adalah salah satu dari sekian cerita tentang testimoni  seputar efek dari “belajar dari rumah” yang diprogramkan pemerintah akibat dari mewabahnya virus Corona (Covid 19). Program belajar dari rumah yang digaungkan oleh pemerintah dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang diwacanakan. Di lapangan banyak sekali kendala-kendala yang dialami, baik oleh guru, siswa, bahkan orang tua siswa.
Ada dua kendala yang dialami oleh para pelaku program “belajar dari rumah”. Pertama adalah kendala teknis. Sebagai contoh kendala teknis adalah tentang kepemilikan gadget (HP/laptop), akses internet, hingga penguasaan teknologi informasi. Apa yang dialami bude Ima pada kejadian di atas adalah terkait dengan kendala teknis, yaitu penguasaan teknologi. Banyak orang tua yang tidak paham tentang aplikasi e-learning, zoom, atau email yang banyak digunakan dalam pembelajaran online. Anak SD ketika belajar online di rumah sangat merepotkan orang tuanya. Karena yang menyiapkan dan mendampingi belajar anaknya adalah orang tuanya. Lebih susah lagi jika orang tua yang seyogyanya mendampingi belajar anaknya harus bekerja ke luar rumah.
Belajar online juga cukup mahal. Bagi keluarga yang ekonominya pas-pasan pembelajaran online cukup menambah pengeluaran, terutama kalau harus menggunakan aplikasi zoom, google meet, hangout, atau aplikasi video conference dan meeting yang lain. Saya sebagai pengajar, ketika harus mengunduh tugas seluruh siswa saya dari aplikasi e-learning dan email, terutama yang berbentuk file video juga membutuhkan pulsa yang lumayan besar.
Akses internet tidak hanya bermakna biaya pulsa, tapi juga menyangkut keberadaan sinyal. Saya yang tinggal di kota saja terkadang kesulitan mendapatkan sinyal yang baik, mungkin karena jenis kartunya. Tidak heran jika pak Avan Faturrahman, seorang guru SD di daerah Banyuputih Sumenep Madura memaknai belajar di rumah dengan versi lain. Karena keterbatasan sinyal dan kepemilikan gadget orang tua dari siswa-siswinya, beliau mendatangi mereka ke rumahnya  langsung untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar/KBM. Langkah ini bukan sesuatu yang ideal di masa pandemi virus korona, karena beliau masih harus kontak langsung dengan siswa dan keluarganya. Tapi ini adalah bentuk pengorbanan yang harus dilakukan beliau demi keberlangsungan belajar murid-muridnya.
Kendala yang tak kalah menghambatnya dalam pembelajaran online adalah kendala non teknis. Kendala non teknis yang dimaksud adalah kondisi mental, yaitu tingkat motivasi dan pembentukan karakter siswa. Bagaimanapun strateginya, pembelajaran online kurang bisa memunculkan motivasi siswa atau guru seperti halnya belajar tatap muka biasa, apalagi bicara tentang pembentukan karakter. Pembelajaran online yang dilaksanakan dari rumah masing-masing terkesan terlalu santai dan kurang memperhatikan etika. Bisa jadi guru atau siswa yang KBM online itu, baru bangun tidur,  belum mandi/hanya cuci muka saja atau hanya memakai celana pendek karena mereka hanya menampilkan mukanya saja. Dalam kondisi tersebut tentu motivasi dan pembentukan karakter siswa sulit sekali diwujudkan.
Permasalahan non teknis yang tak kalah peliknya terkait pembelajaran dari rumah adalah banyaknya keluhan siswa atas banyaknya tugas dari para guru mereka. Di medsos muncul “meme”, yaitu video seorang siswa  yang berkata “saya disuruh belajar dari rumah itu supaya imun-nya kuat, kok malah dikasih tugas berat. Bisa jadi kalau kami stress akan gampang terjangkit korona”. Tentu saja “meme” ini tidak untuk kita telan mentah-mentah, tapi mungkin bisa kita cari jalan tengahnya, yaitu supaya siswa di rumah tetap bisa belajar tapi tidak memberatkan.
Langkah pemerintah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut sudah dilakukan. Salah satunya adalah  menggandeng TVRI untuk melakukan pembelajaran di rumah melalui siaran/program. Maka mulai tanggal 13 April 2020 dijalankanlah program tersebut. Karena mendadak dan kurang persiapan, maka program tersebut terkesan hanya memodifikasi konten-konten pendidikan tertentu saja kemudian disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak. Seperti serial jalan sesama/ sesame street dijadikan materi belajar untuk anak jenjang PAUD, dan lain-lain. Tentu saja hujan kritik  datang dari berabagai pihak mengkritisi program dari kemendikbud yang digawangi oleh mas menteri ini. Di running text TVRI pun telah disosialisasikan agar pemirsa diharapkan memberikan saran/masukan untuk perbaikan program ini.
Bagaimanapun orang tua, apalagi yang memiliki anak yang belajar di jenjang SD harus sabar mendampingi anaknya mengikuti pembelajaran online di rumah. Orang tua juga tidak boleh malu untuk belajar tentang teknologi informasi. Bertanyalah kepada guru dan siapa pun tentang kesulitan anda. Kalau sudah kepepet, kasih saran pada guru agar memberikan pembelajaran/penugasan melalui whatsApp saja. Karena kalau melalui wa lebih merakyat dan mayoritas/sebagian besar orang tua bisa. Orang tua juga harus rajin membaca, sehingga kalau ditanya anaknya tentang pelajaran tertentu juga bisa menjelaskan. Jika ada kakaknya,  maka bisa dimintai tolong untuk memberi penjelasan / mendampingi adiknya  belajar.
Kejadian apapun pasti ada hikmahnya, termasuk orang tua yang harus mengawal belajar anak di rumah. Mungkin selama ini kita menggantungkan pendidikan anak kita lebih kepada gurunya. Dengan momentum wabah korona ini, mungkin sudah saatnya kita sebagai orang tua mulai berperan lebih besar atas pendidikan anak kita. Hikmah lain yang mungkin bisa kita ambil adalah untuk lebih menghargai peran guru anak kita di sekolah/madrasah, karena banyak orang tua yang merasa berat mendampingi, apalagi mengajari anaknya sendiri. Sehingga orang tua mulai ada penilaian bahwa tugas mengajar/guru ternyata berat dan orang tua rata-rata ingin agar anaknya kalau bisa belajar di sekolah lagi. Mudah-mudahan wabah korona ini segera berakhir, sehingga kegiatan belajar anak kita di sekolah/madrasahnya bisa aktif dan normal kembali…. Aamiin.  Wallahua’lam.

Tidak ada komentar: