Oleh:
Mishad*
Seperti
dilansir beberapa media, bahwa ada
rencana pembelajaran di sekolah akan dimulai pada 13 Juli 2020 mendatang
bersamaan dengan rencana diterapkannya “new normal” di sektor pendidikan.
Beberapa sekolah menyatakan siap untuk membuka lagi kegiatan belajar mengajar (KBM)
di sekolahnya masing-masing. Tapi ada beberapa sekolah yang menyampaikan belum
siap karena alasan sarana dan pra sarana yang kurang memadai. Beberapa sekolah
di Papua pada saat pembelajaran dalam jaringan (daring) yang sudah berjalan
lebih dari dua bulan ini juga kurang efektif. Hal ini karena kepemilikan gadget
siswa yang masih minimal (kurang dari 50%) dan SDM guru dan siswa, termasuk
orang tuanya yang melek informasi teknologi (IT) juga sangat terbatas.
Kini, ketika era new
normal telah diwacanakan di sektor pendidikan telah memicu respon beberapa
sekolah. Imbasnya, beberapa sekolah, terutama sekolah swasta yang minim
pendanaan sangat berharap sekolah untuk dibuka kembali. Sekarang, mereka
kesulitan untuk menarik secara optimal dana
ke wali murid karena pembelajaran daring dianggap kurang efektif oleh
orang tua. Dampaknya dana SPP siswa tidak bisa dibayarkan secara penuh ke
sekolah, padahal mereka kepingin maksimal menggaji guru dan pegawainya.
Untuk mempersiapkan
pembelajaran di era new normal, beberapa sekolah sudah menyiapkan wastafel,
cadangan masker, hand sanitizer, thermo gun, face shild, dan
piranti safety health yang lain. Sekolah juga berencana menerapkan standar
protokol kesehatan, seperti sistem shift
(bergantian), perampingan jumlah jam pelajaran, out dor/ semi out dor
learning, menyusun standar operasional prosedur(SOP) KBM, dan lain-lain.
Guru sebagai salah satu
komponen pendidikan, memiliki peran strategis
dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kondisi new normal,
guru harus mempunyai strategi khusus untuk menghadapinya. Untuk itu perlu
dilakukan langkah-langkah yang adaptif oleh guru untuk menyesuaikan dengan
kebijakan “new normal” . Langkah tersebut diantaranya adalah: Pertama.
Memakai alat pelindung diri (APD) standar, yaitu masker, jika perlu memakai
sarung tangan dan face shield. Masker bagi guru berfungsi untuk mencegah
penularan dan penyebaran penyakit. Sebaiknya guru konsisten menggunakannya
ketika KBM dengan siswa. Ada dua manfaat yang bisa kita dapatkan dari
penggunaan masker ini, yaitu guru dan siswa tidak saling menularkan dan
menyebarkan penyakit.
Kedua.
Menkombinasikan pembelajaran daring dan luring (luar jaringan/ tatap muka),
karena perampingan waktu. Dalam kurikulum darurat covid 19, akan diberlakukan
perampingan jumlah jam pelajaran. Selain pengurangan jam pelajaran, juga akan
tetap dilakukan daring bagi siswa yang tidak memungkinkan datang ke sekolah.
Karena masih dimungkinkan beberapa siswa masih terhambat karantina wilayah atau
hambatan lain yang tidak memungkinkan mereka masuk.
Guru
harus membuat kombinasi strategi mengajar daring dan luring yang efisien,
sehingga siswa yang datang ke sekolah terlayani, termasuk yang masih harus
belajar dari rumah. Tetapi guru harus meramu strategi KBM yang efisien agar
guru tidak kehabisan energi, karena harus melayani siswa yang daring dan luring.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan, misalnya merekam KBM pada saat KBM
luring, kemudian hasilnya disampaikan pada siswa yang belajar daring dari
rumah. Merekam tidak harus melalui media video, mungkin juga rekaman suara atau
keknik merekam yang lain disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan guru dan
sarana yang ada.
Ketiga.
Menjaga jarak aman, ketika interaksi dengan siswa. Dalam melakukan KBM luring,
tentunya kita akan ada kecenderungan berinteraksi secara fisik dengan siswa.
Maka sebaiknya interaksi tersebut tidak sampai terlalu dekat apalagi harus
kontak fisik. Selain penggunaan masker
dan APD lain, untuk melakukan phisical distancing dengan siswa bisa
dilakukan dengan cara out dor learning, yaitu melaksanakan pembelajaran di
tempat terbuka yang agak luas. Jika sekolah tidak ada ruang terbuka yang
memadai, maka bisa tetap di kelas tapi dengan menjaga jarak aman.
Sekolah
juga bisa membantu mengurangi kepadatan di kelas melalui strategi shift
(siswa masuk bergilir). Sistem bergilir sangat dimungkin dengan cara separuh
masuk pagi sampai siang dan separuh masuk siang sampai sore. Beberapa sekolah
yang siswanya kemungkinan mayoritas masuk semua, sangat sesuai menerapkan
strategi ini. Bagi sekolah yang sama-sama dominan antara yang bisa datang ke
sekolah dengan yang masih harus belajar di rumah, maka secara otomatis akan
mengurangi kapasitas penghuni kelasnya. Maksudnya separuh siswa akan mengikuti luring di sekolah dan yang
separuh akan mengikuti daring dari rumah.
Ke-empat.
Menjaga kebersihan, rajin cuci tangan, bila perlu membawa hand sanitizer. Biasanya,
aktivitas cuci tangan sering dilakukan oleh guru, terutama ketika tangannya
belepotan tinta spidol waktu selesai mengajar. Tapi di era pandemi ini,
sebaiknya guru dan siswa harus rajin cuci tangan setelah aktivitas apa pun,
karena tangan kita sering tidak sengaja menyentuh benda/alat/ atau
tempat-tempat tertentu yang rentan terdapat bakteri/virus. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sarana pra sarana dan lingkungan sekolah perlu digalakkan
lebih intensif di sekolah.
Untuk
menunjang program cuci tangan, fasilitas wastafel di sekolah perlu
dibuat lebih banyak dan disedikan sabun. Cuci tangan dengan sabun lebih
diutamakan daripada harus menggunakan hand sanitizer, karena terlalu
sering menggunakan hand sanitizer berdampak buruk pada kulit. Penggunaan
hand sanitizer dilakukan jika memang tidak memungkinkan/ kesulitan
mendapatkan tempat cuci tangan. Tentunya semua kegiatan menjaga
kabersihan sekolah dan cuci tangan ini dilakukan bersama-sama oleh seluruh komponen
sekolah.
Ke-lima.
Menjaga kebersihan alat/ tempat/ fasilitas yang digunakan bersama dengan
siswa/teman sejawat. Era pandemi ini menuntut kita untuk lebih telaten dan
peduli pada sesuatu yang mungkin sebelumnya kita anggap tidak perlu.
Membersihkan keyboard komputer di lab, menyemprot berkala ruangan dengan
desinfektan, membersihkan pegangan tangga dan pegangan pintu , dll perlu
dilakukan berkala demi kebersihan serta pencegahan penyebaran dan penularan
penyakit di sekolah.
Budaya bersih dan sehat
tentunya harus diterapkan bersama seluruh komponen sekolah, termasuk ketika menggunakan fasilitas bersama
di sekolah. Perlu ada panduan/protokol yang harus diterapkan semisal ketika KBM
di laboratorium, aktifitas di perpustakaan, makan di kantin, di kamar
mandi/toilet, bahkan ketika di tempat ibadah. Guru sebagai inspirator sekaligus
motivator harus menjadi teladan dalam menggalakkan budaya ini.
Ke-enam.Perlu
membuat SOP (standar operasional prosedur) KBM. Implementasi aturan yang
diterapkan akan lebih sistematis jika dibuat SOP-nya, termasuk dalam KBM. Guru
dan pihak terkait di sekolah idealnya harus membuat SOP KBM di kelas, SOP KBM out
door learning, SOP belajar di perpusatakaan, SOP belajar di laboratorium,
dan lain-lain. Harapannya dengan SOP ini segala aktifitas guru dalam KBM-nya
bisa lebih tertuntun, teratur, terukur dan terkontrol.
Ke-tujuh.
Memperbanyak dzikir dan do’a. Setelah berikhtiar dengan langkah-langkah
preventif di atas, kita sebagai guru juga harus banyak berdzikir dan berdoa.
Rasulullah bersabda “Ikatlah untamu
lebih dahulu, kemudian bertawakal.” Langkah-langkah yang sudah kita
lakukan di atas merupakan implementasi dari “mengikat unta”. Do’a dan dzikir
adalah perwujudan dari tawakkal. Do’a dan dzikir adalah suatu cara untuk
menutup celah atas kekurangan dan keteledoran dari apa yang sudah kita ikhtiarkan.
Berserah diri kepada Allah SWT setelah ikhtiar dengan langkah-langkah di atas
adalah bentuk pengakuan, bahwa kita sebagai manusia ini tempat dari salah dan
lupa. Sehingga pada dasarnya Allah SWT, Tuhan yang maha kuasalah yang bisa
menolong dan menyelamatkan kita dari marabahaya dan keburukan lainnya, termasuk
dari wabah korona ini. Semoga Allah SWT, Tuhan maha kuasa memberikan kemudahan dan keselamatan
bagi kita semua yang berencana kembali mengadakan pembelajaran tatap muka di era
new normal ini. Aamiin. Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar