Pengikut

Senin, 17 September 2018

Kasus Bullying di Lingkungan Pendidikan


Oleh:
Mishad 

Sudah kedua kalinya, Fulan dipanggil dewan asatidz-nya untuk di sidang.  Dia terlibat perkelahian lagi dengan sesama santri di sebuah “boarding School”. Ketika ditanya tentang perkelahiannya, dengan santainya dia menjawab “saya tidak bersalah”, karena aku “dipalak”,  maka saya lawan. Fulan yang sekarang duduk di kelas VIII SMP Islam ber-asrama ini secara gamblang menjelaskan kepada dewan asatidz-nya tentang kebiasaan “pemalakan” dan “pem-bully-an” di asrama oleh teman-temannya, terutama dilakukan oleh seniornya.  Fulan juga menjelaskan, dia berani memukul teman senior-nya lantaran “dipukul duluan” karena tidak menuruti kemauan seniornya ketika dipalak.
            Pak Ahmad, sebut saja ayah Fulan ketika dikabari tentang peristiwa itu hanya bisa mengelus dada. Beliau amat menyayangkan “kejadian” tersebut. Pak Ahmad menyekolahkan dua putranya di sekolah yang mempunyai “boarding” dengan maksud agar anaknya tetap terpantau dan terbimbing di luar jam sekolah, tapi faktanya agak beda. Masih saja ada celah yang disalahgunakan oleh santri untuk melakukan pelanggaran. Padahal, di  lembaga tempat Fulan sekolah,  sarana prasarana, SDM,  dan  kurikulumnya sudah didesain seoptimal mungkin demi kekondusifan kegiatan belajar mengajar, termasuk di “boarding”-nya. Pak Ahmad sangat berharap agar kasus yang menimpa anaknya ini tidak terulang ketiga kalinya serta tidak menimpa santri lainnya.
            Kronologis peristiwa di atas adalah sebuah kasus, jadi tidak bisa di “generalisasi” terjadi di semua lembaga pendidikan. Tapi kasus bullying di dunia pendidikan Indonesia dan di luar negeri masih menjadi PR yang amat serius untuk dicari solusinya. Kasus penindasan yang dilakukan terhadap teman sebaya yang dianggap lebih lemah di sekolah menjadi berita rutin media massa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 26 ribu laporan kasus pem-bully-an pada anak dalam kurun 2011 hingga September 2017. Salah satu tempat kejadian pem-bully-an anak/ sesama anak dilakukan di lembaga pendidikan, seperti sekolah dan pesantren.
Kategori bullying di Lingkungan Pendidikan
Pem-bully-an di lingkungan pendidikan biasanya dilakukan dengan berbagai kategori, mulai dari tekanan psikis sampai perlakuan fisik,  seperti: Pertama, Melarang pelajar melewati atau duduk di suatu lokasi yang biasa ditempati oleh geng tertentu.  Kedua, Menegur  secara kasar adik kelas karena penampilannya tak sesuai aturan. Ketiga, Memperlakukan teman sekelas atau adik kelas layaknya ‘kacung’ yang bisa diperintah sekehendak hati.  Ke-empat. Melakukan pemalakan, seperti minta ditraktir dengan cara memaksa dan mendadak. Kelima. Mewajibkan junior menggunakan aksesoris di luar atribut sekolah, seperti topi dari bola, papan nama berukuran besar, kalung dari raffia, dll (meskipun dalam rangka pengenalan siswa baru, ini tergolong bullying karena merendahkan harga diri seseorang).
Ke-enam. Meminta adik kelas melakukan tugas konyol, seperti nembak kakak kelas, ngobrol dengan tiang bendera dll. (meskipun bagian dari perponcloan atau kegiatan ekstrakurikuler, seharusnya kegiatan semacam ini dihilangkan karena mempermalukan harga diri siswa dan tidak mendidik). Ketujuh. Berkata kasar, berteriak-teriak hingga memberikan hukuman fisik, seperti push up atau skot jump melebihi batas kemampuan siswa. Ke-delapan. Mencela, mencemooh dan mengolok-olok menggunakan nama orangtua. Kesembilan. Memberikan nama julukan yang merendahkan anak secara mental dan fisik. Misalnya, gembrot, pesek dll.  Kesepuluh. Membicarakan, menggosipkan dan menjelek-jelekkan anak serta mengancam akan melakukan sesuatu pada anak, seperti melukai atau menyakiti secara fisik.

Pencegahan dan Penanganan
           Melawan pem-bully-an di mana pun harus menjadi agenda bersama kita. Maka mencegah terjadinya bullying adalah tugas mulia. Berbagai cara harus kita lakukan untuk mencegahnya. Tindakan preventif/ pencegahan bullying bisa kita lakukan antara lain dengan cara: Pertama. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain. Kedua. Memberikan penguatan atau pujian pada perilaku pro- sosial yang ditunjukkan oleh anak. Ketiga. Orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah. Ke-empat. Para guru diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying. Kelima. Sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, serta membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.
Ke-enam. ajarkan pula untuk bersikap asertif atau mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang memang seharusnya tidak dilakukan. Ketujuh. Jangan biasakan anak membawa barang mahal atau uang berlebih ke sekolah karena bisa berpotensi menjadi incaran pelaku bullying.  Kedelapan. Pupuk kepercayaan diri anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan ekskul.. Kesembilan. Bina relasi dan komunikasi yang baik dengan guru di sekolah atau orangtua murid lainnya. Anda bisa mendapatkan informasi adanya kasus bullying atau melaporkan kepada guru bila si kecil bercerita mengenai temannya yang dipukul, misalnya. Kesepuluh. Jalin komunikasi yang dalam dengan anak, berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba murung dan malas ke sekolah. Ajari anak untuk bersikap self defense dalam arti menhindari diri dari korban atau pelaku kekerasan.
Tindakan kuratif/ penanganan yang paling ideal pada kasus pem-bully-an adalah dengan kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban. Program anti-bullying di sekolah dapat dilakukan dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara.
Melawan tindakan bullying juga harus dilakukan melalui pembinaan mental dan spiritual anak didik kita. Sering kita menjumpai pelaku bullying awalnya adalah korban bullying. Seolah ini adalah “lingkaran setan yang tak berujung”. Kita harus memutus mata rantai lingkaran setan itu. Caranya kita yakinkan anak didik kita, bahwa bullying yang menimpa mereka sebelumnya tidak harus diduplikasi/dilakukan juga kepada teman/yuniornya. Kita tanamkan kepada mereka untuk “memaafkan” teman/seniornya yang melakukan bullying pada mereka, serta kita ajarkan mereka untuk tidak “balas dendam” pada teman/ yuniornya yang lebih lemah. Kita arahkan potensi yang mereka untuk melakukan kegiatan yang produktif, seperti aktif di kegiatan ekstra kurikuler dan pengembangan diri sekolah. Jangan lupa juga kita berdo’a agar anak didik kita terhindar dari tindakan menjadi pelaku/korban kasus bullying. Aamiin. Wallohua’lam.