Oleh:
Mishad
Sudah kedua kalinya,
Fulan dipanggil dewan asatidz-nya
untuk di sidang. Dia terlibat
perkelahian lagi dengan sesama santri di sebuah “boarding School”. Ketika ditanya tentang perkelahiannya, dengan
santainya dia menjawab “saya tidak bersalah”, karena aku “dipalak”, maka saya lawan. Fulan yang sekarang duduk di
kelas VIII SMP Islam ber-asrama ini secara gamblang
menjelaskan kepada dewan asatidz-nya
tentang kebiasaan “pemalakan” dan “pem-bully-an”
di asrama oleh teman-temannya, terutama dilakukan oleh seniornya. Fulan juga menjelaskan, dia berani memukul
teman senior-nya lantaran “dipukul duluan” karena tidak menuruti kemauan seniornya
ketika dipalak.
Pak
Ahmad, sebut saja ayah Fulan ketika dikabari tentang peristiwa itu hanya bisa
mengelus dada. Beliau amat menyayangkan “kejadian” tersebut. Pak Ahmad
menyekolahkan dua putranya di sekolah yang mempunyai “boarding” dengan maksud agar anaknya tetap terpantau dan terbimbing
di luar jam sekolah, tapi faktanya agak beda. Masih saja ada celah yang disalahgunakan
oleh santri untuk melakukan pelanggaran. Padahal, di lembaga tempat Fulan sekolah, sarana prasarana, SDM, dan
kurikulumnya sudah didesain seoptimal mungkin demi kekondusifan kegiatan
belajar mengajar, termasuk di “boarding”-nya.
Pak Ahmad sangat berharap agar kasus yang menimpa anaknya ini tidak terulang
ketiga kalinya serta tidak menimpa santri lainnya.
Kronologis
peristiwa di atas adalah sebuah kasus, jadi tidak bisa di “generalisasi”
terjadi di semua lembaga pendidikan. Tapi kasus bullying di dunia pendidikan Indonesia dan di luar negeri masih
menjadi PR yang amat serius untuk dicari solusinya. Kasus penindasan yang dilakukan terhadap teman sebaya yang
dianggap lebih lemah di sekolah menjadi berita rutin media massa. Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) menerima 26 ribu laporan kasus pem-bully-an pada anak dalam kurun 2011 hingga September 2017. Salah
satu tempat kejadian pem-bully-an
anak/ sesama anak dilakukan di lembaga pendidikan, seperti sekolah dan
pesantren.
Kategori bullying di Lingkungan Pendidikan
Pem-bully-an di lingkungan pendidikan biasanya dilakukan dengan
berbagai kategori, mulai dari tekanan psikis sampai perlakuan fisik, seperti: Pertama,
Melarang pelajar melewati atau duduk di suatu lokasi yang biasa
ditempati oleh geng tertentu. Kedua,
Menegur secara kasar adik kelas karena
penampilannya tak sesuai aturan. Ketiga,
Memperlakukan teman sekelas atau adik kelas layaknya ‘kacung’
yang bisa diperintah sekehendak hati. Ke-empat. Melakukan pemalakan, seperti
minta ditraktir dengan cara memaksa dan mendadak. Kelima.
Mewajibkan junior menggunakan aksesoris di luar atribut sekolah, seperti topi
dari bola, papan nama berukuran besar, kalung dari raffia, dll (meskipun dalam
rangka pengenalan siswa baru, ini tergolong bullying
karena merendahkan harga diri seseorang).
Ke-enam. Meminta
adik kelas melakukan tugas konyol, seperti nembak kakak kelas, ngobrol dengan
tiang bendera dll. (meskipun bagian dari perponcloan atau kegiatan ekstrakurikuler,
seharusnya kegiatan semacam ini dihilangkan karena mempermalukan harga diri
siswa dan tidak mendidik). Ketujuh. Berkata kasar,
berteriak-teriak hingga memberikan hukuman fisik, seperti push up atau skot jump melebihi batas
kemampuan siswa. Ke-delapan.
Mencela, mencemooh dan mengolok-olok menggunakan nama orangtua. Kesembilan. Memberikan nama julukan yang merendahkan anak secara
mental dan fisik. Misalnya, gembrot, pesek dll. Kesepuluh. Membicarakan, menggosipkan dan
menjelek-jelekkan anak serta mengancam akan melakukan sesuatu pada anak,
seperti melukai atau menyakiti secara fisik.
Pencegahan dan Penanganan
Melawan pem-bully-an di mana pun harus menjadi agenda bersama kita. Maka
mencegah terjadinya bullying adalah
tugas mulia. Berbagai cara harus kita lakukan untuk mencegahnya. Tindakan preventif/
pencegahan bullying bisa kita lakukan
antara lain dengan cara: Pertama. Orang tua hendaknya mengevaluasi
pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam
berinteraksi dengan orang lain. Kedua.
Memberikan penguatan atau pujian pada perilaku pro- sosial yang ditunjukkan
oleh anak. Ketiga. Orang tua tetap
harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang
bersumber dari sekolah. Ke-empat. Para
guru diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan
cara mengatasi bullying. Kelima. Sekolah menyediakan akses
pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan
sekolah, serta membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan
bullying.
Ke-enam.
ajarkan pula untuk bersikap asertif
atau mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang memang seharusnya tidak dilakukan.
Ketujuh. Jangan biasakan anak membawa barang mahal atau uang berlebih ke
sekolah karena bisa berpotensi menjadi incaran pelaku bullying.
Kedelapan.
Pupuk kepercayaan diri anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan ekskul.. Kesembilan. Bina relasi dan komunikasi
yang baik dengan guru di sekolah atau orangtua murid lainnya. Anda bisa
mendapatkan informasi adanya kasus bullying atau melaporkan kepada guru bila
si kecil bercerita mengenai temannya yang dipukul, misalnya. Kesepuluh. Jalin komunikasi yang dalam
dengan anak, berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba murung dan malas ke
sekolah. Ajari anak untuk bersikap self defense dalam
arti menhindari diri dari korban atau pelaku kekerasan.
Tindakan kuratif/ penanganan yang paling ideal pada kasus
pem-bully-an adalah dengan kebijakan
dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru,
murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan
perilaku bullying dan menjamin rasa
aman bagi korban. Program anti-bullying
di sekolah dapat dilakukan dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian
sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai
cara.
Melawan tindakan bullying
juga harus dilakukan melalui pembinaan mental dan spiritual anak didik
kita. Sering kita menjumpai pelaku bullying
awalnya adalah korban bullying. Seolah
ini adalah “lingkaran setan yang tak berujung”. Kita harus memutus mata rantai
lingkaran setan itu. Caranya kita yakinkan anak didik kita, bahwa bullying yang menimpa mereka sebelumnya
tidak harus diduplikasi/dilakukan juga kepada teman/yuniornya. Kita tanamkan
kepada mereka untuk “memaafkan” teman/seniornya yang melakukan bullying pada mereka, serta kita ajarkan
mereka untuk tidak “balas dendam” pada teman/ yuniornya yang lebih lemah. Kita
arahkan potensi yang mereka untuk melakukan kegiatan yang produktif, seperti
aktif di kegiatan ekstra kurikuler dan pengembangan diri sekolah. Jangan lupa
juga kita berdo’a agar anak didik kita terhindar dari tindakan menjadi
pelaku/korban kasus bullying. Aamiin.
Wallohua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar