Pengikut

Senin, 17 Februari 2020

Instrumentalia Sholawat


Ada baiknya sekali-kali kita mendengar sholawat atau instrumentalia ini sebagai salah satu cara menenangkan pikiran dan melembutkan hati. Coba simak video yang saya ambil dari youtube ini

Rabu, 12 Februari 2020

Perlukah Pendidikan Kebencanaan Di Sekolah?

 Mishad
Indonesia merupakan negara yang ditakdirkan rawan bencana alam baik disebabkan faktor geologi maupun meteorologi. Bencana alam geologi karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Samudera Pasifik. Pertemuan tiga lempeng ini menyebabkan Indonesia rawan bencana gempa bumi dan letusan gunungapi. Sehingga menyebabkan Indonesia termasuk pada bagian dari Ring of Fire dunia. Bentuk Wilayah Indonesia yang sekitar 70% nya berupa lautan menyebabkan Indonesia sangat rawan bencana tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik maupun gempa vulkanik. Begitu pula, posisi Indonesia yang terletak di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sangat berpotensi bencana longsor, banjir, dan angin puting beliung pada musim hujan, dan bencana kekeringan pada setiap musim kemarau.
Bencana besar yang menimbulkan banyak korban jiwa sangat menyadarkan bahwa kita hidup di daerah rawan bencana. Seperti bencana gempa dan tsunami di Aceh (2004), bencana gempa di Jogjakarta (2006), bencana tsunami Pangandaran (2006),  bencana gempa Padang (2009), bencana gempa Lombok (2018), bencana gempa, tsunami, dan liquifaksi di Palu (2018), dan terakhir bencana tsunami di Selat Sunda (2018).
Di Malang raya juga akhir-akhir ini juga sering terjadi bencana tanah longsor, banjir bandang, dan angin puting beliung. Tentunya, fenomena bencana ini untuk tanggap agar mencari solusi yang tetap guna menghadapi bencana itu, baik secara preventif (pencegahan) maupun kuratif (penangangan). Idealnya, solusi secara preventif yang efektif bisa dilakukan sejak dini melalui pendidikan tentang kebencanaan pada siswa di sekolah.
Pentingnya tentang pendidikan kebencanaan juga disampaikan oleh presiden Jokowi. Menurut beliau, sebagai negara di tempat rawan bencana alam, ring of fire, kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar beliau. Ia yakin, jika muatan edukasi dan mitigasi bencana masuk dalam materi pendidikan di sekolah, Indonesia akan jauh lebih siap dalam menghadapi bencana alam.(kompas, 7/1/2019)
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Melalui pendidikan kebencaaan harapannya peserta didik mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, baik dari pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari, terutama tentang kebencanaan.
Pendidikan kebencanaan dimaksudkan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik tentang kebencanaan. Perubahan ini meliputi dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu bahwa daerah tempat tinggalnya termasuk kawasan rawan bencana, dari yang tadinya tidak peduli menjadi peduli terhadap upaya pencegahan banyaknya korban jiwa, dari yang tadinya tidak terlatih menjadi terlatih dalam upaya penyelamatan jika terjadi bencana. Oleh karena itu, Pendidikan kebencanaan harus meliputi tiga aspek, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Pendidikan kebencanaan mempunyai fungsi terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan kebencanaan, selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi terhadap potensi bencana yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, dalam aspek afektif, pendidikan kebencanaan dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya penataan terhadap kependudukan di  lingkungan hidupnya agar terhindar dari bencana.
Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan kebencanaan cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan tentang bencana yang ada di sekitar kita, dalam upaya ningkatkan hasanah kebudayaan misalnya/ keraifan lokal yang bisa digunakan sebagai usaha pencegahan dan penanggulangan bencana.
           Pendidikan kebencanaan juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun keterampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah bencana”. Pertama. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desaingrafis tentang kebencanaan; Kedua. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data kebencanaan; Ketiga. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama dalam mencegah atau menanggulangi bencana.
Posisi pendidikan kebencanaan tidak hanya membekali peserta didik untuk mengetahui dan memahami penyebab bencana atau kerusakan lingkungan saja, tetapi juga dituntut punya sikap dan keterampilan untuk penyelamatan diri dalam rangka meminimkan korban jiwa. Pendidikan kebencanaan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila seluruh komponen pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, keberhasilan Pendidikan kebencanaan hanya bisa dilakukan melalui pembiasaan.
Pendidikan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah melalui BNPB saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat, pemuka agama, lembaga swadaya masyarakat, generasi muda, politisi, bahkan sekolah melaui pendidikan tentang kebencanaan yang bisa disampaikan secara implisit di materi bidang studi, terutama bidang studi geografi yang mengajarkan kompetensi dasar tentang mitigasi bencana. Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan para pelajar kita akan lebih tahu, peduli, dan mampu mencegah dan menyelamatkan diri dari bencana yang akan maupun telah terjadi di sekitar mereka. Wallahua’lam.

Wild Indonesia Papua's Lost Worlds National Geographic




Senin, 10 Februari 2020

Belajar Soft Skill

Ada baiknya kita mengembangkan soft skill dalam pendidikan. Mari kita simak video berikut!




Rabu, 05 Februari 2020

PPDB

Oleh: Mishad
Dulu, waktu penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah/madrasah adalah ketika liburan menjelang tahun ajaran baru. Saat itu berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar sekolah adalah NEM (nilai Ebtanas murni). Ebtanas kepanjangan dari evaluasi belajar tahap akhir nasional, sekarang namanya NUN (nilai ujian nasional). Nilai /NUN menjadi senjata pamungkas diterimanya siswa masuk SLTP ataupun SLTA. Mereka yang punya NEM/NUN tinggi dipastikan akan diterima di sekolah-sekolah favorit.
Sekarang, mayoritas sekolah membuka pendaftaran siswa baru jauh sebelum waktu liburan. Sekolah-sekolah tersebut seolah berebut, bahkan menjemput siswa-siswa yang berkualitas. Berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar juga berbeda dengan tempo dulu. Sekolah sekarang meminta berkas nilai raport dan sejumlah sertifikat prestasi yang dimiliki oleh calon siswa mereka sebagai syarat administrasi. Selanjutnya, sekolah masih mengadakan seleksi lagi dengan mengadakan tes kemampuan bidang studi, tes potensi akademik, serta tes lain yang relevan dengan kekhasan sekolah masing-masing. 
Sekarang, jalur untuk PPDB juga beragam, Seusai ketetapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang wajib dipahami oleh orangtua/wali dan para siswa. Permendikbud itu isinya tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) tahun 2020 pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Adapun peraturan PPDB 2020 ini telah ditandatangani langsung oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Desember 2019.
Dilansir dari laman resmi Kemendikbud, ada satu perubahan yang dilakukan Mendikbud, yakni terkait kuota jalur prestasi PPDB yang mengalami penambahan. Kuota jalur prestasi ditambah menjadi 30 persen (sebelumnya 15 persen). Menurut Nadiem, untuk kuota zonasi terbagi menjadi empat jalur, yaitu: minimum jalur zonasi 50 persen,  jalur afirmasi (tidak mampu) 15 persen.  jalur perpindahan 5 persen, dan  jalur prestasi 30 persen.
Ini yang Digunakan Dalam Pasal 11, ada ayat yang secara khusus berisi penjelasan tentang pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur prestasi. Karena besaran kuota yakni 30 persen, jadi manfaatkan kuota ini bagi calon siswa yang punya segudang prestasi. Syarat jalur prestasi dirangkum dari salinan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, pasal ini menjelaskan dalam hal masih terdapatnya sisa kuota jalur zonasi, afirmasi, dan jalur perpindahan tugas orangtua/wali, maka pemerintah daerah dapat membuka jalur prestasi.   Hanya saja, jalur prestasi tidak berlaku untuk jalur pendaftaran calon peserta didik baru pada TK dan kelas 1 SD. (https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/17).

Intinya, permendikbud yang baru sudah merespon keluhan orang tua yang menyayangkan tingginya kuota zonasi yang mencapai 80 %, kini sudah turun jadi 50%. Jalur zonasi tetap dipertahankan lantaran masih diperlukan untuk pemerataan kualitas pendidikan, terutama kualitas input siswa dan guru. Semoga PPDB tahun ini berjalan dengan lancar dan putra putri kita mendapatkan sekolah yang terbaik …. Aamiin.