Pengikut

Kamis, 13 Desember 2012

Inspirasi Bagi Kaum Muda

Oleh:
Mishad Khoiri

Meski baru berusia 15 tahun, dia memiliki segudang pengalaman dibandingkan teman seusianya. Ia dipercaya menjadi wali kota Allar, sebuah kota kecil di Tepi Barat Utara, Palestina, sejak 2 Juli hingga 2 September 2012 lalu.
Seperti yang diberitakan oleh http://news.liputan6.com, semuanya bermula saat dirinya menantang wali kota yang sedang menjabat untuk memberi kesempatan kepada kaum muda. Dia minta wali kotanya, Sufiyan Shadid memberi waktu sepekan kepadanya untuk menjabat wali kota dan dia mengizinkan. Wali Kota Sufiyan Shadid tidak hanya memberikan waktu sepekan, tetapi dua bulan bagi dirinya untuk memerintah kota yang berpenduduk sekitar 8.000 jiwa itu. Wanita kelahiran Agustus 1996 ini mengaku melakukan banyak hal bagi warga kotanya selama masa kepemimpinannya yang singkat itu, seperti mendirikan pabrik, taman kota, serta memperkuat pertahanan sipil.
Remaja putri dalam cerita di atas adalah Bashaer Othman, seorang pemudi dari Palestina ini menjadi wali kota termuda di dunia. Prestasi yang ditorehkan Bashaer bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda di seluruh dunia, terutama anak muda Indonesia. Kehadiran Bashaer Othman ke Indonesia, diharapkan dapat menginspirasi akan pentingnya generasi muda untuk  bertanggung jawab dan berperan serta dalam membangun negara.
Ada hal yang menarik bagi Bashaer tentang Indonesia, yaitu nama Soekarno tak asing bagi Bashaer Othman. Presiden pertama Indonesia itu menjadi salah satu tokoh yang menginspirasinya. "Tidak hanya menginspirasi saya, tapi juga para pemuda di Palestina," kata dia kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 14 September 2012 lalu. Menurut dia, Bung Karno merupakan sosok yang terkenal di negaranya. Bung Karno-lah tokoh dunia yang pertama mengakui kemerdekaan Palestina.  Pidato Soekarno yang monumental “Beri Aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!  menjadi inspirasi bagi para pemuda atau pemudi di seluruh dunia, termasuk pemudi Islam seperti Bashaer.           
Perhatian Islam yang besar terhadap generasi muda menunjukkan bahwa masa muda merupakan masa yang sangat penting dan masa yang paling berharga. Generasi muda merupakan rahasia kekuatan suatu umat, tiangnya kebangkitan, kebanggaan dan kemuliaan. Di atas pundak merekalah masa depan umat terpikul, karena pemuda memiliki keistimewaan tersendiri, baik dari segi keberanian, kecerdasan, semangat, maupun dari kekuatan jasmaninya.
             Sosok pemuda mempunyai nilai sejarah tersendiri. Peran pemuda Indonesia senantiasa ada pada lini terdepan dalam sejarah bangsa. Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamsi Kemerdekaan R.I 1945, Perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru 1966, dari Orde Baru ke Orde Reformasi 1998. Bahkan masyarakat Internasional menyadari arti penting dan nilai strategis pemuda sebagai agen perubahan (agent of change) dalam pembangunan.
Pada periode lahirnya syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, generasi muda memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarluaskan dakwah Islamiyah. Sebut saja Zaid bin Tsabit, shahabat Nabi yang tidak sempat turut dalam Perang Badr dan Uhud karena usianya yang masih muda, namun karena kesungguhan dirinya mampu menjadi pemuda cemerlang yang diangkat sebagai sekretaris Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang menguasai banyak bahasa, diantaranya Ibrani dan Suryani. Atau mungkin ada Usamah bin Zaid bin Haritsah, putera salah satu shahabat senior, Zaid bin Haritsah. Usamah yang waktu itu berusia kurang dari 20 tahun telah diutus oleh Nabi untuk menjadi komandan pasukan perang yang menyerbu daerah Romawi.
Akan tetapi, mengapa kondisi saat ini pemuda kaum muslimin mengalami kemunduran? Kini sepertinya mayoritas pemuda Islam begitu lemah dan kurang kelihatan peranannya di dunia. Para pemuda Islam telah terlena dengan dunia yang pada akhirnya pribadi mereka menjadi lemah. Rupanya cinta dunia dan takut mati, merupakan penyakit kronis yang juga menggrogoti jiwa pemuda kita, hingga mereka terjerat dalam gemerlapnya dunia pemuja harta, tahta, dan wanita.
Hal ini terjadi karena saat ini para pemuda Islam telah kehilangan figur teladan dalam kehidupan mereka. Saat ini banyak diantara pemuda kaum muslimin terjangkit virus globalisasi yang akhirnya menghilangkan sosok-sosok pemuda luar biasa sepanjang sejarah dari dunia Islam. Bahkan yang diidolakan adalah artis-artis yang merupakan produk-produk ke-glamour-an dunia. Saat ini pemuda banyak menirukan gaya hidup tidak baik dan bertabiat buruk dari tradisi barat-sebagai dampak westernisasi. Tumbuhlah jiwa-jiwa kapitalisme yang menumbuhkan perilaku hedonisme, hura-hura, foya-foya, pergaulan bebas, narkoba, dan kemaksiatan lainnya. Kita kehilangan sosok pemuda seperti Usamah bin Zaid sang komandan, Tariq bin Ziyad yang kuat, Abdullah bin Mas’ud yang amanah, Abdullah bin Abbas yang berilmu, Zaid bin Tsabit yang cerdas, Ali bin Abi Thalib yang perkasa, dan Muhammad al-Fatih sang penakluk.
Tentunya tidak berguna lagi jika kita meratapi apa yang terjadi pada pemuda Islam masa kini. Sekarang yang kita butuhkan adalah sebuah tindakan perubahan dan solusi. Mengubah karakter pemuda kita dari pemuda yang terjerat virus globalisasi dan kapitalisme menjadi generasi rabbani yang kokoh dan tak tertandingi. Sehingga, seluruh komponen mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat Islam harus bersinergi dan bertanggung jawab untuk mewujudkan generasi muslim yang berkualitas dan berperilaku Islami.
Menurut Mukhtar Ali, ada beberapa indikator yang bias kita jadikan acuan untuk membentuk pemuda muslim yang berkualitas, yaitu :Pertama, Pemuda yang memiliki aqidah yang benar. Aqidah Islam tegak berdasarkan peng-Esaan kepada Alloh, mengakui-Nya sebagai Tuhan, penguasa, pencipta, pemberi rizki, pemilik langit, bumi dan seisinya serta satu-satunya Zat yang akan menghidupkan kembali yang akan memberikan balasan kepada hamba-hamba-Nya, dan inti dari aqidah adalah Tauhid
Tauhid menjadi misi utama para nabi dan rasul serta para sholih terdahulu yang tidak boleh dilupakan. Apa yang dilakukan oleh Yaqub ‘Alaihi Salam ketika hampir wafat, patut kita teladani dalam mempersiapkan pemuda sebagai generasi penerus. Waktu itu, Yaqub bertanya kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah sepeninggalanku?” semua anak-anaknya menjawab, kami akan menyembah Tuhanmu, Tuhan bapak-bapakmu-Ibrahim, Ismail, Ishak yakni Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan kami berserah diri kepada-Nya (kisah ini diabadikan dalam Al Qur’an Surat  Al Baqarah : 133).
Demikian pula pengajaran Lukman kepada anaknya yang diabadikan dalam Al-Qur’an yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Alloh) sesungguhnya mempersekutukan (Alloh) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. 31 Lukman : 13).
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang pemuda adalah aqidah yang benar, karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran darinya. Oleh karena itu jika seorang pemuda beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidahnya salah dan melenceng, maka akhlaknya pun akan tidak benar. Dalam satu hadits Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Mukmin yang sempurna imannya, adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Turmudzi dari Abi Hurairah).
Kedua, menempa diri dengan memiliki ilmu dan tsaqafah Islam. Kita semua terutama pemuda hendaklah senantiasa menempa diri dan secara terus-menerus mencari ilmu dan mengamalkannya. Tanpa ilmu pemuda akan tertinggal. Islam mengajak manusia untuk menguasai ilmu, dalam ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, Alloh berfirman yang artinya : “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. 96 Al-‘Alaq : 1-4).
Betapa pentingnya ilmu bagi seorang pemuda, Rosul yang mulia senantiasa memotivasi umatnya untuk belajar dan membaca. Ada baiknya kita menelaah kembali kisah seorang pemuda yang usianya belum genap tiga belas tahun berjalan mendekati barisan pasukan muslim dengan membawa sebilah pedang ia mendatangi Rosululloh dan berkata, “Ya Rosululloh, aku membaktikan hidupku kepadamu. Izinkan aku untuk pergi bersamamu dan memerangi musuh-musuh Alloh di bawah panji-panjimu”.
Rosululloh yang mulia memandang anak tersebut dengan penuh kekaguman dan menepuk pundaknya. Beliau memuji keberaniannya, tetapi menolaknya untuk bergabung dengan pasukan muslim. Anak muda itu (Zaid bin Tsabit ra.) Rosululloh pun kemudian memberikan tugas kepadanya. “Zaid pergilah belajar tulisan Yahudi”. Zaid kemudian belajar bahasa Ibrani. Maka kemudian ia sangat fasih berbahasa Ibrani dan menjadi sekretaris Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam . Rosululloh juga memerintahkan Zaid untuk belajar bahasa Syria. Demikian Zaid mempunyai fungsi penting ketika Rosululloh berunding dan berkomunikasi dengan bangsa-bangsa yang tidak bisa bahasa Arab.
Ketiga, dari ciri pemuda yang diharapkan di dalam Islam adalah memiliki keterampilan dalam berbagai hal untuk dimanfaatkan dalam kebaikan dan kebenaran dalam upaya mencapai kemajuan diri, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Pada masa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam  para sahabat telah menunjukkan kemampuan yang terampil dalam berbagai hal, ada yang terampil dalam berdagang, berperang dan sebagainya yang semua ini tentu saja amat berguna.
Kepada mereka yang memang terampil, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sendiri tidak segan-segan memberi penghargaan dan amanah guna mengembangkan keterampilannya itu. Maka ketika Usamah bin Zaid telah menunjukkan keterampilannya yang luar biasa dalam berperang, beliau tidak segan-segan mengangkatnya menjadi panglima perang meskipun umurnya baru 17 tahun, sementara Mush’ab bin Umair yang terampil dalam dakwah, ditugaskan beliau untuk dakwah ke Yatsrib (Madinah).
Ciri keempat, memiliki tanggung jawab, Di antara bukti kebenaran dan kemuliaan nilai-nilai Islam adalah adanya tuntutan tanggung jawab dari setiap individu atas semua perbuatannya. Diferensiasi yang hakiki antara manusia adalah dengan mengukur rasa tanggung jawab serta kemauan untuk menanggung akibat dari perbuatan yang dilakukan.
Prinsip tanggung jawab ini merupakan salah satu prinsip yang ditetapkan dalam Al Qur’an dalam sejumlah ayatnya “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (QS. 74 Al Mudatsir : 38).
Untuk mewujudkan pemuda yang berkualitas itu, maka paling tidak ada tiga institusi yang mempunyai pengaruh sangat efektif, yaitu: pertama, Keluarga, dalam pengertian sempit mencakup kedua orang tua, saudara dan kerabat. Dalam pengertian luas mencakup teman, tetangga, masyarakat secara keseluruhan. Kedua,Masjid, memberi pengaruh yang baik bagi jiwa orang-orang dalam berhubungan dengan sang Pencipta. Ketiga,, Sekolah, meliputi unsur-unsur yang ada didalamnya, buku, peralatan, methode, gedung dan hal-hal yang mempengaruhi murid.
Para pemuda sangat dituntut untuk mempersiapkan dirinya guna menyongsong masa depan agama, bangsa dan negara yang cerah. Tentunya kaum tua juga harus mendukung dengan cara memberi kesempatan kepada yang muda untuk memimpin. Support lain kaum tua terhadap yang muda adalah memberi motivasi dan mendo’akan agar generasi muda kita menjadi generasi sholeh dan sholihah yang siap memperjuangkan agama, bangsa , dan negara. Di tengah-tengah krisis pemuda yang kreatif dan mampu memimpin, ada baiknya kita belajar dari Bashaer Othman.  Cerita tentang Bashaer Othman di atas hendaknya dapat menjadi inspirasi kaum muda untuk lebih semangat berkreasi dan berbuat banyak untuk umat dengan menunjukkan keberanian bertindak termasuk berani menjadi pemimpin. Tentu saja menjadi pemimpin yang jujur, adil dan memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi umat. Wallohu a’lam

Rabu, 12 Desember 2012

Keadilan+Pemerataan=Ekonomi Islam


Oleh:
Mishad Khori

Mobil antik berwarna biru tua buatan asli Jepang itu meluncur pelan.  Pak Rudi (sopir), saya, dan Pak Soedarmanto yang ada di dalam mobil itu sedang asyik dalam perbincangan. Pembicaraan berkisar seputar krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu. “Kata siapa Indonesia itu krisis, lihat mas  kendaraan  lalu lalang di jalan begitu banyak”  kata pak Darmanto. “Apa hubungannya kendaraan lalu lalang dengan krisis moneter pak? Tanya saya polos. “Kalau kendaraan masih banyak berlalu lalang itu menandakan ekonomi  di negara ini masih berjalan lancar” sahut pak Darmanto. Saya dan pak Rudi hanya manggut-manggut saja mendengar pendapat pak Soedarmanto yang memang seorang ahli ekonomi. Pak Soedarmanto ini adalah seorang guru besar sosial ekonomi pertanian Universitas Brawijaya yang saat itu menjadi team leader saya ketika bekerja di konsultan sosial lingkungan Urban Development Project (UDP) relasi Bappeda Kota Malang pada periode tahun 1999 – 2000 silam.
Menurut saya ada benarnya apa yang disampaikan oleh sang professor, bahwa ekonomi Indonesia saat itu masih tetap berjalan, walaupun sedikit terganggu karena nilai tukar rupiah terhadap dollar yang melorot tajam. Bahkan di beberapa daerah dengan fluktuasi nilai dollar yang melejit mereka malah ketiban rezeki berlipat, terutama mereka yang berkecimpung sebagai produsen ekspor. Bapak saya sendiri yang saat itu petambak udang windu mendapatkan keuntungan yang fantastis dengan harga per kilonya mencapi lebih dari 100 ribu rupiah. Tentunya nasib mujur petambak udang windu berbalik 180 derajat dengan para usahawan/konsumen yang mengandalkan bahan atau barang impor, mereka cukup meradang dengan melejitnya nilai dollar yang saat itu mencapai klimaksnya sepanjang sejarah ekonomi Indonesia.
Bagi saya, peristiwa krisis moneter yang mendera Indonesia di periode 1997 – 2000-an itu menjadi pelajaran tersendiri. Saya melihat ketahanan ekonomi masyarakat kelas bawah kita saat itu cukup stabil. Stabil bukan berarti mereka tetap bertahan sejahtera, tapi stabil dalam arti tahan menderita dihimpit oleh permasalahan ekonomi sepelik apapun. Mereka yang ada di kelas menengah ke atas pada saat itu terbelah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang kelimpungan karena usaha mereka yang bangkrut atau kehabisan modal. Kelompok kedua adalah yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, yaitu para penimbun barang dan penyalahguna deliver order (do) yang diberikan pemerintah untuk meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Dihubungkan dengan apa yang terjadi dengan kondisi ekonomi Indonesia kini, maka apa yang dulu terjadi terhadap ekonomi Indonesia adalah masih mirip dengan yang terjadi sekarang. Kemiripannya adalah mayoritas kelompok miskin masih stabil dengan tahan menderita, kelompok menengah yang mulai tumbuh, dan minoritas kelompok kaya tetap menjadi penguasa ekonomi Indonesia. Ada  yang mengatakan, 80 persen modal ekonomi di Indonesia hanya berputar di 200 pengusaha kelas atas saja. Kondisi ini muncul akibat bangunan ekonomi konglemerasi sebagai warisan sistem ekonomi orde baru yang hingga kini masih mengakar.
Salah besar kalau ada yang mengatakan Indonesia adalah negara miskin. Lihat saja, rumah mewah banyak bertebaran di mana-mana, mobil mewah lalu lalang memacetkan jalan, beberapa transaksi milyaran rupiah antar rekening nasabah bank kerap kali tercatat tiap hari oleh PPATK. Belum lagi bicara tentang sumber daya alam di Indonesia yang melimpah. Rempah-rempah, lahan pertanian yang membentang, banyaknya perkebunan, laut yang begitu luas, minyak bumi, emas, dan barang tambang lain yang begitu banyak terkandung di bumi Indonesia.
Lalu sebenarnya permasalahan apa yang menjangkiti ekonomi Indonesia. Jawabannya adalah karena belum adanya keadilan ekonomi. Modal yang berputar di negeri ini sebagian besar masih dikuasai oleh beberapa gelintir orang. Rumah mewah yang banyak berterbaran di sana sini ternyata hanya milik beberapa orang yang sama. Parade mobil mewah di jalan-jalan itu ternyata milik beberapa orang saja. Rekening gendut yang tercatat di PPATK hanya dimiliki oleh para pengusaha atau pejabat yang disinyalir terlibat korupsi. Walaupun bersemboyan ekonomi pancasila namun dalam praktiknya ekonomi Indonesia lebih mencerminkan ekonomi kapitalis. Siapa yang kuat modalnya, maka dia yang akan menguasai ekonomi Indonesia.
Ketidakadilan ekonomi Indonesia diperparah dengan mewabahnya penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dana yang dikorupsi tidak hanya dana APBN, tapi juga dana pinjamana luar negeri, bahkan dana bantuan bencana. Fakta yang saya temui sendiri adalah ketika saya bekerja di perusahaan konsultan relasi pemerintah pada tahun 1999 silam. Nilai kontrak yang tercatat dengan realisasinya tidak sama, itu pun masih di potong lagi. Pengalaman itu terulang lagi ketika saya kerja kontrak di konsultan pengawasan dana bank dunia untuk sekolah-sekolah pada tahun 2003. Rata-rata sekolah yang menerima bantuan nilainya disunat, termasuk gaji saya. Tidak hanya itu, untuk membelanjakan dana bantuan pun sekolah sudah diarahkan untuk membeli barang yang sudah disediakan oleh relasi pimpronya. Jika kini saya mendengar kasus Wisma Atlet, Hambalang, Simulator SIM, dan lain-lain,  maka saya sudah tidak heran lagi kalau memang terjadi penyimpangan dana pemerintah.
Hal lain yang menjadi masalah ekonomi di Indonesia semakin berat adalah tekanan politik asing. Sampai detik ini saya tidak habis pikir tentang langkahnya BBM di Indonesia. Menurut beberapa sumber konsumsi BBM kita perharinya kekurangan 300 ribu barel dan itu harus kita impor. Kesimpulannya kita masih mengimpor BBM. Tapi fakta menunjukkan ladang-ladang minyak bumi kita masih banyak yang dikontrak oleh perusahaan-perusahaan asing, termasuk Blok Cepu yang monumental itu jatuh kontrak eksplorasinya ke Epson Mobile. Sampai kapan Free Port menguasai tambang emas dan tembaga di Tembaga Pura? Kita semua tahu, bahwa kekayaan yang dikeruk oleh perusahaan asing tersebut sangat besar dari bumi Papua. Fenomena di atas menunjukkan tekanan politik masih menghantui negeri ini yang pada akhirnya menggerogoti ekonomi Indonesia.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan sistem ekonomi Indonesia dalam praktiknya masih jauh dari ekonomi Pancasila yang memiliki ciri keadilan sosial.  Hal ini terjadi dimungkinkan karena piranti ekonomi Pancasila belum terjabarkan secara rinci dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah. Kelemahan tersebut juga tidak lepas dari piranti ekonomi Pancasila yang merupakan buatan manusia yang tidak lepas akan khilaf. Selain itu, pengaruh kapitalisme dunia menjadikan implementasi ekonomi Pancasila di Indonesia menjadi semakin bias. Ditambah lagi kesadaran warga tentang ekonomi kerakyatan dalam implementasinya yang masih rendah.
Oleh karena itu diperlukan sistem ekonomi alternatif yang illahiyah, yaitu sistem ekonomi Islam.  Keadilan sosial yang diemban oleh sistem ekonomi Islam mempunyai nilai lebih karena bersumber dari Al Qur’an yang merupakan produk samawi. Alloh Subhanahu Wata’ala sebagai pencipta manusia tentunya lebih tahu tentang bagaimana aturan hidup yang harus dilakukan oleh manusia, termasuk dalam kehidupan ber-ekonomi. Dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi aset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, shodaqoh, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya.
Sebagaimana Alloh berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Hasyr ayat 7: “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” dan surat Al Ma’arij ayat 24 “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu (hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta)”. Berdasarkan dua ayat tersebut, maka Islam telah mengajarkan prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan dalam system ekonominya.
Menurut Agustianto, seorang ekonom menyatakan, bahwa konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam berbeda dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan perkapita. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan sebagaimana dalam konsep ekonomi kapitalisme. Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.
Karena itu, Islam menekankan keseimbangan antara petumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan bukan menjadi tujuan utama, kecuali dibarengi dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua sisi dari sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu keduanya tak boleh dipisahkan. Berdasarkan prinsip ini, maka paradigma tricle down effect, yang dikembangkan kapitalisme dan pernah diterapkan di Indonesia selama rezim orde baru, bertentangan dengan konsep keadilan ekonomi menurut Islam.
Selanjutnya, sistem ekonomi kapitalis dicirikan oleh menonjolnya peran perusahaan swasta (private ownership) dengan motivasi mencari keuntungan maksimum, harga pasar akan mengatur alokasi sumberdaya, dan efisiensi. Namun sistem ini selalu gagal dalam membuat pertumbuhan dan pemerataan berjalan dengan seiring. Gejala-gejala seperti ini yang kini tampak mewarnai sistem ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalis telah menggoyahkan fondasi moral manusia, karena sistem ini telah menghasilkan manusia yang tamak, boros dan angkuh. Sistem kapitalis juga telah melahirkan sejumlah bankir hebat, beberapa industriawan yang kaya raya, sejumlah pengusaha yang sukses. Namun di pihak lain, telah muncul banyak konsumen yang tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya. Kesenjangan terjadi secara tajam. Perusahaan-perusahaan yang lemah akan tersingkir dan tersungkur.
Perlu ditegaskan, bahwa melekatnya hak orang lain pada harta seseorang, bukanlah dimaksudkan untuk mematahkan semangat kaya pada setiap individu atau menimbulkan rasa malas bagi sebagian orang. Juga tidak dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan pemilikan kekayaan secara kaku. Dalam perspektif ekonomi Islam, proporsi pemerataan yang betul-betul sama rata, sebagaimana dalam sosialisme, bukanlah keadilan, malah justru dipandang sebagai ketidakadilan. Sebab Islam menghargai prestasi, etos kerja dan kemampuan seseorang dibanding orang yang malas.
Dasar dari sikap yang koperatif ini tidak terlepas dari prinsip Islam yang menilai perbedaan pendapatan sebagai sebuah sunnatullah. Landasannya, antara lain bahwa etos kerja dan kemampuan seseorang harus dihargai dibanding seorang pemalas atau yang tidak mampu berusaha. Bentuk penghargaannya adalah sikap Islam yang memperkenankan pendapatan seseorang berbeda dengan orang lain, karena usaha dan ikhtiarnya. Firman Alloh, “Sesungguhnya Alloh melebihkan rezeki sebagian kamu atas sebagian lain”. (An Nahl:71).
Namun, orang yang diberi kelebihan rezeki, harus mengeluarkan sebagian hartanya untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu (dhu’afa). Sehingga seluruh masyarakat terlepas dari kemisikinan absolut.
Konsep keadilan sosio-ekonomi yang diajarkan Islam menginginkan adanya pemerataan pendapatan secara proporsional. Dalam tataran ini, dapat pula dikatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang dilandaskan pada kebersamaan. Penegakkan keadilan sosio-ekonomi Islam dilandasi oleh rasa persaudaraan (ukhuwah), saling mencintai (mahabbah), bahu membahu (takaful) dan saling tolong menolong (ta’awun), baik antara si kaya dan si miskin maupun antara penguasa dan rakyat.
 Berangkat dari fenomena di atas, maka sudah saatnya sistem ekonomi Indonesia sedikit demi sedikit mengadopsi sistem ekonomi Islam yang memang sudah mulai teruji ketahanannya. Sistem perbankan syari’ah yang bertahan didera krisis moneter merupakan salah satu bukti idealnya sistem ekonomi Islam. Mudah-mudahan menjamurnya Baitul Maal Wat Tamwil, Bank Syariah, Pegadaian Syari’ah, jurusan-jurusan ekonomi syari’ah di perguruan tinggi, dan lain-lain yang berlabel syari’ah bukan merupakan topeng bisnis semata, akan tetapi merupakan awal dari cikal bakal kebangkitan ekonomi Islam di Indonesia dan seluruh dunia. Amiin,  Wallohua’lam.