Mishad
|
Bencana
besar yang menimbulkan banyak korban jiwa sangat menyadarkan bahwa kita hidup
di daerah rawan bencana. Seperti bencana gempa dan tsunami di Aceh (2004),
bencana gempa di Jogjakarta (2006), bencana tsunami Pangandaran (2006),
bencana gempa Padang (2009), bencana gempa Lombok (2018), bencana gempa,
tsunami, dan liquifaksi di Palu (2018), dan terakhir bencana tsunami di Selat
Sunda (2018).
Di
Malang raya juga akhir-akhir ini juga sering terjadi bencana tanah longsor,
banjir bandang, dan angin puting beliung. Tentunya, fenomena bencana ini untuk
tanggap agar mencari solusi yang tetap guna menghadapi bencana itu, baik secara
preventif (pencegahan) maupun kuratif (penangangan). Idealnya, solusi secara
preventif yang efektif bisa dilakukan sejak dini melalui pendidikan tentang
kebencanaan pada siswa di sekolah.
Pentingnya tentang
pendidikan kebencanaan juga disampaikan oleh presiden Jokowi. Menurut beliau, sebagai
negara di tempat rawan bencana alam, ring
of fire, kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala
bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa
masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar beliau. Ia yakin, jika
muatan edukasi dan mitigasi bencana masuk dalam materi pendidikan di sekolah,
Indonesia akan jauh lebih siap dalam menghadapi bencana alam.(kompas,
7/1/2019)
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU
No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Melalui pendidikan kebencaaan
harapannya peserta didik mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, baik dari
pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dalam menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari, terutama tentang kebencanaan.
Pendidikan
kebencanaan dimaksudkan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan
peserta didik tentang kebencanaan. Perubahan ini meliputi dari yang tadinya
tidak tahu menjadi tahu bahwa daerah tempat tinggalnya termasuk kawasan rawan
bencana, dari yang tadinya tidak peduli menjadi peduli terhadap upaya
pencegahan banyaknya korban jiwa, dari yang tadinya tidak terlatih menjadi
terlatih dalam upaya penyelamatan jika terjadi bencana. Oleh karena itu,
Pendidikan kebencanaan harus meliputi tiga aspek, yaitu kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Pendidikan kebencanaan mempunyai fungsi terhadap
kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan kebencanaan,
selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi
terhadap potensi bencana yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, dalam aspek afektif, pendidikan
kebencanaan dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan
karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam.
Sehingga, adanya penataan terhadap kependudukan di lingkungan hidupnya agar terhindar dari
bencana.
Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan kebencanaan
cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan
pengalamiahan tentang bencana yang ada di sekitar kita, dalam upaya ningkatkan
hasanah kebudayaan misalnya/ keraifan lokal yang bisa digunakan sebagai usaha
pencegahan dan penanggulangan bencana.
Pendidikan kebencanaan juga diharapkan dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun keterampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan
memecahkan masalah bencana”. Pertama. Berkomunikasi:
mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desaingrafis
tentang kebencanaan; Kedua. Investigasi (investigation):
merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data
kebencanaan; Ketiga. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process):
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama dalam mencegah atau
menanggulangi bencana.
Posisi
pendidikan kebencanaan tidak hanya membekali peserta didik untuk mengetahui dan
memahami penyebab bencana atau kerusakan lingkungan saja, tetapi juga dituntut
punya sikap dan keterampilan untuk penyelamatan diri dalam rangka meminimkan
korban jiwa. Pendidikan kebencanaan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila
seluruh komponen pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat dilaksanakan dengan
baik. Oleh karena itu, keberhasilan Pendidikan kebencanaan hanya bisa dilakukan
melalui pembiasaan.
Pendidikan
bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah melalui BNPB saja, tetapi juga
merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat, pemuka agama, lembaga swadaya
masyarakat, generasi muda, politisi, bahkan sekolah melaui pendidikan tentang
kebencanaan yang bisa disampaikan secara implisit di materi bidang studi,
terutama bidang studi geografi yang mengajarkan kompetensi dasar tentang
mitigasi bencana. Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan para pelajar kita
akan lebih tahu, peduli, dan mampu mencegah dan menyelamatkan diri dari bencana
yang akan maupun telah terjadi di sekitar mereka. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar