Oleh:
Mishad
“Lega” Mungkin Itu sesuatu yang saya rasakan ketika
lolos dari pemeriksaan petugas imigran negeri Singapura. Dari dua kali saya dan
teman-teman masuk Singapura, mesti saja ada beberapa teman di antara rombongan
kami yang harus tertahan untuk diinterogasi di kantor imigrasi. Mungkin karena
mereka dicurigai terkait dengan suatu kejahatan, meskipun pada akhirnya lolos.
Memang, masuk ke negara Singapura terkesan lebih ketat dari pada masuk negara
Malaysia apalagi masuk ke negara Indonesia. Selain ada teman yang tertahan
sementara di kantor imigran ada juga tas koper bawaan teman kami yang dijebol
karena dianggap membawa benda-benda yang mencurigakan, walaupun ternyata hanya karena
ditemukan parfum cair bervolume 110 ml atau lebih 10 ml dari batas yang
ditentukan, yaitu 100 ml.
Saya akui, negara Singapura memiliki
kelebihan dari segi infra struktur atau fasilitas umum yang serba teratur dan
bersih. Di antaranya jalan-jalan yang lebar dan tidak macet. Kendaraan umum,
terutama MRT yang cukup tersedia dan nyaman. Tata ruang dan kebersihan kota yang
sesuai dan selalu terjaga. Semua itu disebabkan oleh kesadaran warga Singapura yang tinggi dan
ditunjang oleh sangsi denda yang besar jika
mereka melanggar.
Tapi sesuatu yang kurang juga amat
saya rasakan di negeri Singa ini, yaitu saya
merasakan monoton, bosan dan kaku. Entah sepertinya kotanya tidak dinamis. Tapi
saya juga tidak bisa mendiskripsikan dengan jelas kekurangan tersebut. Belum
lagi budaya “glamour” dan “nudies” mereka. Jangan heran kalau di
jalan-jalan Singapura kita menjumpai wanita-wanitanya yang hanya bercelana
pendek dan ber-singlet saja. Saya juga
merasakan sebagian besar penduduknya berprinsip aku adalah aku dan kamu adalah
kamu, artinya mereka sangat individualis. Yang membuat tidak betah lagi adalah
melihat penduduk di sana yang rata-rata tinggal di apartemen/rumah susun yang
tidak mempunyai halaman dan tempat bermain yang lapang.
Saya
baru terhibur ketika masuk di area perkampungan sekitar masjid Sultan
Singapura. Di sana saya melihat budaya masyarakatnya lebih humanis. Mungkin
karena umat muslim di sana minoritas sehingga jalinan silaturrahim di antara
mereka cukup terasa. Makanan-makanan halal pun cukup tersedia di lingkungan
sekitar masjid yang konon dibangun masyarakat Jawa pada tahun 1826 itu. Hati
ini serasa lebih damai ketika masuk masjid dan bertemu dengan komunitas muslim
dan berkunjung ke madrasah-madrasah di Singapura.
Sejarah
Masuknya Islam di Singapura
Saya
pernah membaca, bahwa dalam perjalanan sejarahnya, Singapura pernah menjadi
salah satu pusat Islam paling penting di Asia Tenggara, hal ini dilihat dari
keunggulannya sebagai pintu masuk bagi para pedagang dari berbagai benua maupun
negara asing atau disebut dengan pusat perdagangan internasional. Selain
sebagai pusat perdagangan, negara ini sangat strategis bagi pusat informasi dan
dakwah Islami, baik pada masa kesultanan Malaka maupun sampai sekarang.
Sejarah kehadiran agama Islam di
Singapura tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kedatangan Islam di Asia
Tenggara pada umumnya, begitu pula dari masa ke masa yang selalu
berkaitan dengan perkembangan agama Islam di wilayah lainya. Pada sebagian ahli
sejarah sudah hampir sepakat bahwa agama Islam sudah sampai ke Asia Tenggara
pada abad pertama Hijriah atau pada akhir abad ke-7 Masehi, karena pada abad
itu pedagang-pedagang Arab atau pedagang Muslim India sudah mengadakan
perdagangan sampai ke selat Malaka dan ke Cina, sebagian ada yang singgah di Sumatera
dan Jawa. Kemudian jalur perdagangan itu menjadi rute tetap pada pedagang Arab
dan India yang menjulur dari laut Tengah melalui Persia dan India ke Asia
Tenggara dan kemudian ke Tiongkok.
Perkembangan Islam
di Singapura
Pembentukan
kelembagaan keagamaan pertama bermula sejak 1880, ketika dibentuk jabatan Qadi (Hakim
Agama), yang didasarkan pada Ordonansi Perkawinan Pengikut
Muhammad. Selanjutnya masalah-masalah yang muncul dikalangan
internal umat Islam atau dengan umat agama lain diurus oleh Moslems and
Hindu Endowment Board, pada tahun 1906. Anehnya sampai dengan tahun
1948 tidak seorang muslim pun bekerja di lembaga ini. Sampai dibubarkan pada
tahun 1968, dewan ini terdiri dari: pengacara umum, tiga orang wakil umat Islam,
tiga wakil umat Hindu, satu Persia, dan bendahara umum yang juga bertugas
sebagai sekretaris dewan.
Pada
tahun 1968, pemerintahan Singapura membentuk lembaga Majelis Ulama Islam
Singapura (MUIS) yang didirikan di bawah perundang-undangan dan ketentuan AMLA
(Administration Of Muslim Law Act OF 1966 ). MUIS yang terdiri
dari seorang ketua dan 7 orang anggota, tugas utamanya adalah untuk menasehati
Presiden Singapura mengenai hal ihwal Islam. MUIS bertanggung jawab dalam
mengatur administrasi hukum Islam di Singapura, termasuk mengumpulkan zakat
mall, pengaturan perjanjian haji, sertifikasi halal, aktivitas dakwah,
mengorganisasi sekolah-sekolah agama, mengorganisasi pembangunan masjid dan
manajerialnya, pemberian bantuan beasiswa pelajar muslim, bertugas mengeluarkan
fatwa agama. MUIS di angkat dan diberhentikan oleh Presiden, melalui usulan
dari kelompok muslim.
Selain MUIS, ada
pula lembaga yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan yaitu Majelis
Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Dan adapula lembaga DANAMIS yaitu Dana
Perwalian Muslim yang bergerak dalam bidang pendanaan sosial ekonomi umat,
semacam koperasi dan lembaga keuangan non-pemerintah. Lembaga berikutnya adalah
Himpunan Dakwah Islam Singapura (JAMIYAH) dan Association of Muslim
Profesionals (AMP) yang didirikan pada bulan Oktober 1991, lembaga ini
berkeinginan untuk mewujudkan masyarakat muslim Singapura yang siap bersaing
secara terhormat untuk memasuki masa depan yang lebih baik.
Organisasi
lain yang tumbuh adalah Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1957 oleh sekumpulan
pelajar yang memanggil diri mereka Ahlul
Sunnah Wal-jamaah. Bermula dengan kelas-kelas agama, kegiatan badan ini
telah berkembang ke bidang-bidang lain termasuk taman kanak-kanak dan madrasah.
Turut memberi sumbangan adalah Darul
Arqam (Persatuan Muallaf Singapura), yang memberi perlindungan kepada
pemeluk baru agama Islam. Belakangan ini, Darul Arqam gigih berusaha untuk
mengajak orang Islam dan juga bukan Islam berdakwah. Ia ingin Islam di lihat
sebagai agama bukan saja orang melayu, tetapi untuk semua bangsa. Darul Arqam
telah membawa Islam ke dunia antar bangsa melalui pertukaran antar kebudayaan
denagn orang Islam di seluruh dunia. Tokoh-tokoh Islam terkemuka kerap diundang
untuk menyampaikan ceramah-ceramah umum.
Pendidikan Islam Di Singapura
Pendidikan Islam di Singapura di sampaikan
para ulama yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari Negara Asia
Barat dan dari benua kecil India. Para ulama tersebut diantaranya ialah Syaikh
Khatib Minangkabau, Syaikh Tuanku Mudo Wali Aceh, Syaikh Ahmad Aminuddin Luis
Bangkahulu, Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (Mufti Betawi), Syaikh Habib
Ali Habsyi (Kwitang Jakarta), Syaikh Anwar Seribandung (Palembang), Syaikh
Mustafa Husain (Purba Baru Tapanuli), Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang
Panjang) dan lain-lain.
Proses perkembangan pendidikan Islam di Singapura tidak lepas dari awal mula masuknya Islam di Singapura. Ini akan menjadi suatu pokok bahasan yang sangat menarik. tentang bagaimana peran serta pendidikan Islam yang berada di negeri Melayu tersebut. Seperti di negara lain, pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Proses perkembangan pendidikan Islam di Singapura tidak lepas dari awal mula masuknya Islam di Singapura. Ini akan menjadi suatu pokok bahasan yang sangat menarik. tentang bagaimana peran serta pendidikan Islam yang berada di negeri Melayu tersebut. Seperti di negara lain, pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Adapun sistem modern adalah melalui sistem
sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah, sekolah
Arab atau sekolah agama. Ada empat madrasah terbesar di Singapura sampai saat
ini, yaitu:
a. Madrasah al-Junied al-Islamiyyah,
didirikan pada bulan muharam 1346H (1927M) oleh pangeran Al-Sayyid Umar bin Ali
al-Junied dari Palembang. Mata pelajaran yang diajarkan dimadrasah ini adalah
ilmu Hisab, Tarikh, Ilmu Alam, Bahasa Melayu, Bahasa Inggris, Sains, Sastra
Melayu dan mata pelajaran lainnya.
b. Madrasah al-Ma’arif, didirikan pada
tahun 1940-an. Pengasuh madrasah ini adalah lulusan universitas al-Azhar, Mesir
dan dari kawasan Asia Barat. c. Madrasah Wak Tanjung Al-Islamiyyah,
didirikan pada tahun 1955
d. Madrasah
Al-Sago (atau Al-Saqaf), didirikan pada tahun 1912 diatas tanah yang diwaqafkan
oleh Sed Muhammad bin Sed Al-Saqof.
Pendidikan merupakan standarisasi
penilaian secara tidak langsung yang dapat menjadi pertimbangan dalam
mengkategorisasikan maju tidaknya sebuah Negara. Singapura dilihat dari faktor
pendidikan tekanan bagi kaum muslim dan Melayu di Singapura sungguh-sungguh
nyata. Ini terlihat dari meningkatnya pendidikan dan kemajuan ekonomi yang telah
dicapai orang-orang Singapura lainnya khususnya orang-orang China yang
mayoritas di negara itu.
Tekanan tersebut nampak nyata dalam tulisan-tulisan dan studi-studi yang dilakukan komunitas Muslim-Melayu sepanjang tahun 1980-an. Dilatarbelakangi sensus penduduk 1980 yang menyatakan bahwa orang-orang Melayu Singapura tertinggal di belakang etnis lain, dalam status sosial ekonomi, diskursus publik kembali diaktifkan organisasi-organisasi muslim seperti Majlis Pusat untuk menggerakkan pesan bahwa jalan keluar bagi kaum muslim adalah meningkatkan pendidikan dan kompetensi profesional. Sejalan dengan seruan itu adalah himbauan dari pemimpin-pemimpin muslim dan aktivitas-aktivitas yang berorientasi Islam agar menanggulangi status sosial ekonomi mereka dalam kerangka dan prinsip-prinsip Islam.
Sejauh menyangkut masalah pendidikan walau sejak tahun 1970-an pesan pentingnya pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) sebagai katalis bagi kehidupan yang lebih layak bagi etnis Melayu telah disuarakan oleh organisasi-organisasi Melayu, kembali di intensifkan pada tahun 1981. Pada tahun itu pula didirikan Majelis Pendidikan Anak-Anak Muslim (MENDAKI) yang mengarahkan kegiatannya pada masalah pendidikan bagi anak-anak muslim. Pemimpin melayu muslim sangat berhasil dalam menarik dukungan yang besar, bukan hanya dari perhimpunan-perhimpunan atau kelompok-kelompok Melayu-muslim, tapi juga dari pemerintah. Status majlis itu kemudian meningkat menjadi yayasan tahun 1982 setelah majelis sukses melaksanakan ‘Kongres tentang Pendidikan Anak-Anak Muslim’, suatu kesempatan di mana Perdana Menteri menyampaikan suatu key note addres.
Tekanan tersebut nampak nyata dalam tulisan-tulisan dan studi-studi yang dilakukan komunitas Muslim-Melayu sepanjang tahun 1980-an. Dilatarbelakangi sensus penduduk 1980 yang menyatakan bahwa orang-orang Melayu Singapura tertinggal di belakang etnis lain, dalam status sosial ekonomi, diskursus publik kembali diaktifkan organisasi-organisasi muslim seperti Majlis Pusat untuk menggerakkan pesan bahwa jalan keluar bagi kaum muslim adalah meningkatkan pendidikan dan kompetensi profesional. Sejalan dengan seruan itu adalah himbauan dari pemimpin-pemimpin muslim dan aktivitas-aktivitas yang berorientasi Islam agar menanggulangi status sosial ekonomi mereka dalam kerangka dan prinsip-prinsip Islam.
Sejauh menyangkut masalah pendidikan walau sejak tahun 1970-an pesan pentingnya pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) sebagai katalis bagi kehidupan yang lebih layak bagi etnis Melayu telah disuarakan oleh organisasi-organisasi Melayu, kembali di intensifkan pada tahun 1981. Pada tahun itu pula didirikan Majelis Pendidikan Anak-Anak Muslim (MENDAKI) yang mengarahkan kegiatannya pada masalah pendidikan bagi anak-anak muslim. Pemimpin melayu muslim sangat berhasil dalam menarik dukungan yang besar, bukan hanya dari perhimpunan-perhimpunan atau kelompok-kelompok Melayu-muslim, tapi juga dari pemerintah. Status majlis itu kemudian meningkat menjadi yayasan tahun 1982 setelah majelis sukses melaksanakan ‘Kongres tentang Pendidikan Anak-Anak Muslim’, suatu kesempatan di mana Perdana Menteri menyampaikan suatu key note addres.
Hal
lain yang menarik bagi saya tentang pendidikan Islam/madrasah di Singapura
adalah jaringan sistem pendidikan mereka yang kompak. Beberapa Madrasah di sana
walaupun berbeda aliran seperti Sunni, Al Irsyad, dan Muhammadiyah membentuk
komunitas bersama yang dinamakan JMS (Joint
Madrasah System). Pada tahun 2008, Joint Madrasah System ( JMS )
diperkenalkan untuk membantu madrasah dalam peningkatan terus menerus dari
sistem pendekatan terpadu dan holistik dalam sistem madrasah secara keseluruhan. Pada tahun 2009
sistem JMS dilaksanakan dengan tiga madrasah, yaitu Madrasah Al - Irsyad Al – Islamiyah (Al Irsyad), Madrasah Al
Junied Al Islamiah (Sunni) - dan Madrasah Al - Arabiah Al - Islamiah (Muhammadiyah). membuat keputusan bersejarah untuk berkolaborasi bersama-sama
dalam kerangka JMS .
Uniknya walaupun berbeda aliran, mereka membuat iklan bersama dalam 1 brosur
dan 1 website yang mereka link-kan
dengan MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura) untuk menjaring siswa baru dan promosi.
Mungkin karena Islam adalah salah
satu agama yang minoritas di Singapura,
sehingga antar mereka lebih rukun dan merasa senasib, termasuk dalam
memperjuangkan madrasah. Mungkin JMS bisa kita adopsi dalam sistem pendidikan
Islam di Indonesia. Betapa rukunnya jika sekolah/madrasah NU, Muhammadiyah, dan
sekolah/madrasah ormas Islam lain di Indonesia membuat brosur dan website
bareng untuk mempromosikan dan menjaring siswa barunya. Saya yakin,
kemayoritasan Islam di Indonesia bukan menjadi sebab kekurang harmonisan
hubungan antara sekolah/madrasah Islam. Tapi mungkin karena kita belum mencoba
untuk melakukannya. Jika ingin belajar lebih detil tentang JMS, bisa membuka
website-nya di www.muis.gov.sg/jms
atau bisa pinjam langsung brosurnya di saya. Mudah-mudahan persatuan ummat
Islam di Indonesia bisa dimulai dari persatuan madrasah/sekolah Islam. Wallohua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar