Ada baiknya sekali-kali kita mendengar sholawat atau instrumentalia ini sebagai salah satu cara menenangkan pikiran dan melembutkan hati. Coba simak video yang saya ambil dari youtube ini
Pengikut
Senin, 17 Februari 2020
Instrumentalia Sholawat
Ada baiknya sekali-kali kita mendengar sholawat atau instrumentalia ini sebagai salah satu cara menenangkan pikiran dan melembutkan hati. Coba simak video yang saya ambil dari youtube ini
Rabu, 12 Februari 2020
Perlukah Pendidikan Kebencanaan Di Sekolah?
Mishad
|
Bencana
besar yang menimbulkan banyak korban jiwa sangat menyadarkan bahwa kita hidup
di daerah rawan bencana. Seperti bencana gempa dan tsunami di Aceh (2004),
bencana gempa di Jogjakarta (2006), bencana tsunami Pangandaran (2006),
bencana gempa Padang (2009), bencana gempa Lombok (2018), bencana gempa,
tsunami, dan liquifaksi di Palu (2018), dan terakhir bencana tsunami di Selat
Sunda (2018).
Di
Malang raya juga akhir-akhir ini juga sering terjadi bencana tanah longsor,
banjir bandang, dan angin puting beliung. Tentunya, fenomena bencana ini untuk
tanggap agar mencari solusi yang tetap guna menghadapi bencana itu, baik secara
preventif (pencegahan) maupun kuratif (penangangan). Idealnya, solusi secara
preventif yang efektif bisa dilakukan sejak dini melalui pendidikan tentang
kebencanaan pada siswa di sekolah.
Pentingnya tentang
pendidikan kebencanaan juga disampaikan oleh presiden Jokowi. Menurut beliau, sebagai
negara di tempat rawan bencana alam, ring
of fire, kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala
bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa
masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar beliau. Ia yakin, jika
muatan edukasi dan mitigasi bencana masuk dalam materi pendidikan di sekolah,
Indonesia akan jauh lebih siap dalam menghadapi bencana alam.(kompas,
7/1/2019)
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU
No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Melalui pendidikan kebencaaan
harapannya peserta didik mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, baik dari
pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dalam menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari, terutama tentang kebencanaan.
Pendidikan
kebencanaan dimaksudkan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan
peserta didik tentang kebencanaan. Perubahan ini meliputi dari yang tadinya
tidak tahu menjadi tahu bahwa daerah tempat tinggalnya termasuk kawasan rawan
bencana, dari yang tadinya tidak peduli menjadi peduli terhadap upaya
pencegahan banyaknya korban jiwa, dari yang tadinya tidak terlatih menjadi
terlatih dalam upaya penyelamatan jika terjadi bencana. Oleh karena itu,
Pendidikan kebencanaan harus meliputi tiga aspek, yaitu kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Pendidikan kebencanaan mempunyai fungsi terhadap
kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan kebencanaan,
selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi
terhadap potensi bencana yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, dalam aspek afektif, pendidikan
kebencanaan dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan
karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam.
Sehingga, adanya penataan terhadap kependudukan di lingkungan hidupnya agar terhindar dari
bencana.
Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan kebencanaan
cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan
pengalamiahan tentang bencana yang ada di sekitar kita, dalam upaya ningkatkan
hasanah kebudayaan misalnya/ keraifan lokal yang bisa digunakan sebagai usaha
pencegahan dan penanggulangan bencana.
Pendidikan kebencanaan juga diharapkan dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun keterampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan
memecahkan masalah bencana”. Pertama. Berkomunikasi:
mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desaingrafis
tentang kebencanaan; Kedua. Investigasi (investigation):
merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data
kebencanaan; Ketiga. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process):
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama dalam mencegah atau
menanggulangi bencana.
Posisi
pendidikan kebencanaan tidak hanya membekali peserta didik untuk mengetahui dan
memahami penyebab bencana atau kerusakan lingkungan saja, tetapi juga dituntut
punya sikap dan keterampilan untuk penyelamatan diri dalam rangka meminimkan
korban jiwa. Pendidikan kebencanaan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila
seluruh komponen pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat dilaksanakan dengan
baik. Oleh karena itu, keberhasilan Pendidikan kebencanaan hanya bisa dilakukan
melalui pembiasaan.
Pendidikan
bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah melalui BNPB saja, tetapi juga
merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat, pemuka agama, lembaga swadaya
masyarakat, generasi muda, politisi, bahkan sekolah melaui pendidikan tentang
kebencanaan yang bisa disampaikan secara implisit di materi bidang studi,
terutama bidang studi geografi yang mengajarkan kompetensi dasar tentang
mitigasi bencana. Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan para pelajar kita
akan lebih tahu, peduli, dan mampu mencegah dan menyelamatkan diri dari bencana
yang akan maupun telah terjadi di sekitar mereka. Wallahua’lam.
Senin, 10 Februari 2020
Belajar Soft Skill
Ada baiknya kita mengembangkan soft skill dalam pendidikan. Mari kita simak video berikut!
Rabu, 05 Februari 2020
PPDB
Oleh: Mishad |
Dulu, waktu penerimaan peserta didik baru (PPDB)
di sekolah/madrasah adalah ketika liburan menjelang tahun ajaran baru. Saat itu
berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar sekolah adalah NEM (nilai Ebtanas
murni). Ebtanas kepanjangan dari evaluasi belajar tahap akhir nasional,
sekarang namanya NUN (nilai ujian nasional). Nilai /NUN menjadi senjata
pamungkas diterimanya siswa masuk SLTP ataupun SLTA. Mereka yang punya NEM/NUN
tinggi dipastikan akan diterima di sekolah-sekolah favorit.
Sekarang, mayoritas sekolah membuka
pendaftaran siswa baru jauh sebelum waktu liburan. Sekolah-sekolah tersebut
seolah berebut, bahkan menjemput siswa-siswa yang berkualitas. Berkas yang
dibutuhkan untuk mendaftar juga berbeda dengan tempo dulu. Sekolah sekarang
meminta berkas nilai raport dan sejumlah sertifikat prestasi yang dimiliki oleh
calon siswa mereka sebagai syarat administrasi. Selanjutnya, sekolah masih
mengadakan seleksi lagi dengan mengadakan tes kemampuan bidang studi, tes
potensi akademik, serta tes lain yang relevan dengan kekhasan sekolah
masing-masing.
Sekarang, jalur untuk PPDB juga beragam, Seusai ketetapan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Permendikbud Nomor 44
Tahun 2019 yang wajib dipahami oleh orangtua/wali dan para siswa. Permendikbud
itu isinya tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) tahun 2020 pada TK,
SD, SMP, SMA, dan SMK. Adapun peraturan PPDB 2020 ini telah ditandatangani
langsung oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Desember 2019.
Dilansir dari laman
resmi Kemendikbud, ada satu perubahan yang dilakukan Mendikbud, yakni terkait
kuota jalur prestasi PPDB yang mengalami penambahan. Kuota jalur prestasi
ditambah menjadi 30 persen (sebelumnya 15 persen). Menurut Nadiem, untuk kuota
zonasi terbagi menjadi empat jalur, yaitu: minimum jalur zonasi 50 persen, jalur afirmasi (tidak mampu) 15 persen. jalur perpindahan 5 persen, dan jalur prestasi 30 persen.
Ini yang Digunakan Dalam
Pasal 11, ada ayat yang secara khusus berisi penjelasan tentang pendaftaran
PPDB dilaksanakan melalui jalur prestasi. Karena besaran kuota yakni 30 persen,
jadi manfaatkan kuota ini bagi calon siswa yang punya segudang prestasi. Syarat
jalur prestasi dirangkum dari salinan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, pasal
ini menjelaskan dalam hal masih terdapatnya sisa kuota jalur zonasi, afirmasi,
dan jalur perpindahan tugas orangtua/wali, maka pemerintah daerah dapat membuka
jalur prestasi. Hanya saja, jalur prestasi tidak berlaku untuk jalur
pendaftaran calon peserta didik baru pada TK dan kelas 1 SD. (https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/17).
Intinya, permendikbud
yang baru sudah merespon keluhan orang tua yang menyayangkan tingginya kuota
zonasi yang mencapai 80 %, kini sudah turun jadi 50%. Jalur zonasi tetap
dipertahankan lantaran masih diperlukan untuk pemerataan kualitas pendidikan,
terutama kualitas input siswa dan guru. Semoga PPDB tahun ini berjalan dengan lancar
dan putra putri kita mendapatkan sekolah yang terbaik …. Aamiin.
Langganan:
Postingan (Atom)