Pengikut

Selasa, 19 Oktober 2010

Sekolah Inklusi

Oleh;

Mishad*

Yang harus disadari adalah anak dengan kebutuhan khusus itu bukan hanya tanggung jawab orangtua, melainkan kita.

-- Fasli Jalal (Wakil Menteri Pendidikan Nasional)

Pemerintah akan memberikan insentif khusus bagi sekolah umum yang bersedia menerima dan mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK). Insentif khusus itu diharapkan bisa digunakan untuk pemberian pelatihan-pelatihan mengenai cara menangani anak dengan kebutuhan khusus kepada guru-guru. Peran sekolah umum diperlukan, karena kebutuhan anak dengan kebutuhan khusus tidak bisa dipenuhi hanya oleh sekolah luar biasa.

Selain memberi insentif khusus, Kemendiknas kini juga tengah memperbaiki sistem pelatihan guru agar guru memiliki kemampuan untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Salah satu caranya dengan memberi pengetahuan baru seputar anak berkebutuhan khusus, salah satunya mengenai autisme. Konsep pendidikan inklusi sudah seharusnya menjadi bagian penting dari sistem pelatihan guru.

Pelatihan untuk guru ini tidak terbatas pada guru di sekolah luar biasa (SLB), tetapi juga guru sekolah umum yang memiliki tugas mengajar mata pelajaran lain untuk semua anak. Melalui cara ini, masyarakat pada umumnya diharapkan akan memahami dunia anak berkebutuhan khusus. Memang pelatihan-pelatihan untuk guru seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Melalui pelatihan ini, sekolah umum diharapkan bisa lebih siap dan terbuka menerima dan mendidik anak berkebutuhan khusus.

Menurut data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Indonesia Centre forAutism Resource and Expertise (Indocare), sekitar 80 persen anak dengan kebutuhan khusus, terutama penderita gejala autis adalah anak laki-laki. Jumlah anak dengan kebutuhan khusus yang memasuki usia sekolah terus meningkat. Seharusnya mereka bisa menempuh pendidikan di sekolah umum, tetapi terhambat oleh keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan sekolah umum. Muncullah ide sekolah inklusi sebagai alternatif solusi untuk melayani anak berkebutuhan khusus tersebut (Kompas,Selasa, 2 Maret 2010).

Konsep Sekolah Inklusi

Pendidikan Luar Biasa (Special Education) telah berkembang dari sistem segregasi (Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus) dimana layanan pendidikan bagi anak luar biasa diselenggarakan di sekolah luar biasa atau sekolah khusus yang terpisah dari teman sebaya pada umumnya, dengan layanan pendidikan yang sama bagi semua tanpa membedakan perbedaan individual. Secara berangsur-angsur sistem berkembang sampai sesepenuhnya integrasi (terpadu) yaitu dimana anak luar biasa diterima di sekolah regular dengan keharusan anak menyesuaikan kurikulumyang digunakan oleh sekolah tersebut, pada mata pelajaran tertentu anak luar biasa ada di kelas khusus hingga anak luar biasa berada di dalam kelas biasa dengan bimbingan khusus untuk mata pelajaran tertentu.

Layanan pendidikan bagi anak luar biasa mengalami banyak perubahan . Perubahan-perubahan dalam pendidikan bagi anak luar biasa ini termasuk perubahan dalam kesadaran dan sikap, keadaan, metodologi, penggunaan konsep-konsep terkait dan sebagainya. Layanan pendidikan bagi anak luar biasa terus berkembang dan diperjuangkan agar anak luar biasa mendapatkan hak yang sama dengan anak pada umumnya dalam pendidikan. Muncullah pendidikan inklusi yang merupakan perkembangan terkini dari model bagi anak luar biasa yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan Juni 1994. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Pendidikan inklusi memiliki pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menentang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa di sekolah atau lembaga pendidikan (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-teman sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak.(Tim Pendidikan Inklusi Jawa Barat)

Pendapat lain mengatakan Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/ sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. (Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua, Djuang Sunanto)

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah:

1) Pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya. 2) Pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang ada pada mereka. 3) Pendidikan yang berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya. 4) Pendidikan yang dilaksanakan tidak hanya di sekolah formal, tetapi juga di lembaga pendidikan dan tempat lainnya.

Perkembangan Sekolah Inklusi Di Indonesia

Sekolah inklusi memang tengah bergerak progresif. Walaupun pada saat ini baru terdapat 624 sekolah Inklusi di seluruh Indonesia, dari tingkat SD hingga SMA. Pada awalnya, dikarenakan begitu sulitnya dan terbatasnya mencari sekolah untuk anak - anak berkebutuhan khusus atau cacat, muncul ide untuk menerima mereka di sekolah biasa dengan program khusus. Artinya mereka dapat mengikuti kelas biasa, namun di sisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. Kurikulumpun mereka mengikuti kurikulum biasa, namun dengan implementasi yang "terpotong-potong". Namundemikian, sekolah inklusi tidaklah hanya sebatas untuk memberi kesempatan kepada anak - anak berkebutuhan khusus untuk menikmati pendidikan yang sama, namun hak berpendidikan juga untuk anak - anak lain yang kurang beruntung, misalnya anak dengan HIV/AIDS, anak - anak jalananan, anak yang tidak mampu (fakir - miskin), anak - anak korban perkosaan, korban perang dan lainnya, tanpa melihat agama, ras dan bahasanya.

Pendidikkan inklusi memang tengah bergerak, namun masih banyak ditemukan kendala untuk melaksanakannya. Dari fasilitas yang terbatas, misalnya fasilitas program khusus, seperti ruang terapi, alat terapi, maupun sumber daya manusia yang kapabel. Dilain pihak sekolah inklusi masih asing didengar oleh sebagia masyarakat kita. Bahkan tak jarang ada orang tua yang keberatan anaknya disatukan dalam satu kelas dengan anak berkebutuhan khusus, karena takut anaknya tertular.

Sekolah inklusi adalah sebuah metamorfosa budaya manusia yang semakin moderen dan mengglobal. Bahwa setiap manusia adalah sama, punya hak yang sama dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi mengejar kehidupannya yang lebih baik. Tanpa melihat apakah warna kulitnya, rasnya, agama, maupun bawaan genetiknya, setiap orang berhak untuk sejajar dalam berkependidikan. Saya kira sekolah inklusi merupakan salah satu jawaban, bahwa pendidikan tak mengenal diskriminasi, bahwa semua berhak untuk mendapatkannya.
Walaupun demikian sampai saat ini, sekolah inklusi masih identik dengan mencampur anak berkebutuhan khusus dengan anak biasa. Padahal sekolah bisa disebut inklusi, jika kita dapat melihat anak secara individual dengan pendekatan individual, bukan klasikal. Saat ini, pendidikan kita masih melihat peserta didik dengan satu kaca mata, semua anak adalah sama. Padahal, setiap anak terlahir dengan membawa perbedaan dan keunikannya masing-masing. Artinya, setiap anak harus diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas yang dibawanya. Sekilas saya bisa melihatnya, bahwa sekolah inklusipun bisa bersesuaian dengan pendekatan multiple intelegences. Sebuah pendekatan pembelajaran yang sedang banyak dikembangkan pula.

Di masyarakat, tidak semua orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus yang mau menyekolahkan anaknya ke sekolah inklusi. Pertimbangannya pun beragam, mulai dari tidak tahan terhadap kritikan dan cemoohan dari orang tua yang enggan anaknya yang normal tapi disatukan dengan anaknya yang berkebutuhan khusus. Ada juga orang tua yang kurang percaya diri dan kasihan anaknya yang berkebutuhan khusus sekolah di sekolah inklusi. Mereka lebih nyaman menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus itu di sekolah luar biasa sebagaimana mestinya. Wallohua’lam.

1 komentar:

Nhaenhaa mengatakan...

follow back http://nhae2.blogspot.com