Oleh:
Mishad
Akhir-akhir ini kita
sering mendengar di acara-acara radio, TV, berita koran, berita medsos, dan
media lain istilah “Kids zaman now”.
Kalau kita artikan secara tekstual arti “Kids zaman now” adalah anak
zaman sekarang. Kini kita saksikan di tagline
acara anak-anak muda selalu di embel-embeli dengan istilah “Kids zaman now” . Apabila dihubungkan dengan teori generasi,
sebenarnya siapa yang dimaksud dengan “Kids zaman now”? ini.
“Kids zaman now” adalah mereka yang disebut
Generasi Z, lahir rentang tahun 1995-2010. Lebih lanjut uraian tentang
sosiologi generasi ini, bisa membaca pemikiran Karl Mannheim (1893-1947) yaitu
dalam esainya berjudul “The Problem of Generations” (1923). Dia mengatakan,
bahwa sebuah generasi merupakan suatu kelompok yang terdiri dari individu, yang
memiliki kesamaan dalam rentang usia, kemudian berpengalaman mengikuti
peristiwa sejarah penting dalam suatu kurun waktu yang sama pula.
Jika dihitung kemudian, anak-anak Generasi Z (oleh Bill Gates disebut i-Generation) saat ini memiliki rentang usia antara 7-22 tahun. Secara demografis, merekalah yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah mulai dari SD, SMP, SMA sampai pada perguruan tinggi.
Data demografis menunjukkan pada tahun 2010, sekitar 19 persen penduduk Indonesia adalah anak yang umurnya di bawah sepuluh tahun, sekitar 37 persen di bawah dua puluh tahun dan sekitar setengah populasi Indonesia berusia di bawah tiga puluh tahun (www.indonesia-investments.com). Jika total penduduk Indonesia adalah 258 juta orang (proyeksi BPS dalam www.databoks.katadata.co.id, 2016), maka jumlah penduduk kategori Generasi Z adalah sekitar 90-100 juta orang. Ini adalah angka yang sangat besar. Ditambah lagi secara demografis, usia Generasi Z ini adalah usia produktif.
Jika dihitung kemudian, anak-anak Generasi Z (oleh Bill Gates disebut i-Generation) saat ini memiliki rentang usia antara 7-22 tahun. Secara demografis, merekalah yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah mulai dari SD, SMP, SMA sampai pada perguruan tinggi.
Data demografis menunjukkan pada tahun 2010, sekitar 19 persen penduduk Indonesia adalah anak yang umurnya di bawah sepuluh tahun, sekitar 37 persen di bawah dua puluh tahun dan sekitar setengah populasi Indonesia berusia di bawah tiga puluh tahun (www.indonesia-investments.com). Jika total penduduk Indonesia adalah 258 juta orang (proyeksi BPS dalam www.databoks.katadata.co.id, 2016), maka jumlah penduduk kategori Generasi Z adalah sekitar 90-100 juta orang. Ini adalah angka yang sangat besar. Ditambah lagi secara demografis, usia Generasi Z ini adalah usia produktif.
Karakteristik
Kids Zaman Now
Dalam teori generasi,
dijelaskan bahwa generasi Z memiliki memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang berbeda
dengan generasi sebelumnya, terutama generasi X dan Y. Beberapa
karakteristik umum dari Generasi Z diantaranya adalah: Pertama. Fasih
Teknologi. Mereka adalah “generasi digital” yang mahir dan
gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka
dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat,
baik untuk kepentingan pendidikan maupun kepentingan hidup kesehariannya.
Kedua,
Sosial. Mereka sangat
intens berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan
teman sebaya melalui berbagai situs jejaring, seperti: FaceBook, twitter,
atau melalui SMS. Melalui media ini, mereka bisa mengekspresikan apa
yang dirasakan dan dipikirkannya secara spontan. Mereka juga cenderung
toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan.
Ketiga, Multitasking. Mereka terbiasa dengan berbagai
aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan. Mereka bisa membaca,
berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang bersamaan. Mereka
menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka
tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit.
Dapat saya wacanakan, bahwa jika kita
pandai mendeteksi potensi dan mengembangkannya, maka mendidik generasi Z jauh lebih mudah
dibandingkan dari mendidik generasi-generasi sebelumnya. Tentu masih banyak hal lain yang
perlu dipertimbangkan dalam proses pendidikan anak generasi Z, yang intinya
bermuara pada pelayanan pendidikan yang cocok dan tepat untuk memberdayakan dan
membudayakan anak-anak generasi Z, di dalamnya membutuhkan kesadaran dan sikap
arif dari para pendidik dalam menghadapi anak-anak generasi Z.
Mendidik
“Kids zama now”
Lalu bagaimana
implikasi dan implementasinya dalam mendidik , menyiapkan,
dan memberikan peluang-peluang bagi masa depan “kids zaman now”, yang pada 2045
nanti merekalah yang akan memimpin negara ini? Merekalah sesungguhnya jawaban
atas proyeksi bonus demografi Indonesia. Usia produktif yang jumlahnya
mendominasi struktur penduduk Indonesia. Itulah “kids zaman now”, masa depan
bonus demografi Indonesia.
Kehadiran Generasi Z
dengan segala karakteristiknya yang amat kompleks membawa implikasi tersendiri
terhadap dunia pendidikan, diantaranya pertama, Kita tidak menghendaki
generasi yang gagap teknologi dan kita juga tidak mengharapkan teknologi
dipegang oleh “orang-orang yang salah”. Oleh karena itu, orang tua, guru,
konselor dan para pendidik lainnya seyogyanya dapat membimbing dan
memfasilitasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan jamannya dan
dapat memanfaatkan kehadiran teknologi secara tepat dan benar.
Kedua, dalam belajar, anak Generasi Z
cenderung menyukai hal-hal yang bersifat aplikatif dan menyenangkan. Metode
pembelajaran yang dikembangkan harus mampu mengakomodasi kecenderungan cara
belajar yang mereka miliki, salah satunya melalui pendekatan Pembelajaran
Berpusatkan Model (PBM) yaitu pembelajaran yang menggunakan model, perangkat
yang dikonstruksi dan simulasi dinamika sistem untuk menghasilkan penyajian
yang beragam untuk menolong siswa mengembangkan pengertian dari fenomena yang
kompleks dan dinamis.
Ketiga, Untuk mengakomodir kecenderungan
anak Generasi Z dalam bermedia-sosial online,
perlu ditawarkan pemikiran tentang “Twitter untuk Pendidikan:
Melejitkan Kreativitas”. Men-tweet tidak sekedar menghafalkan
pelajaran tetapi justru merupakan sebuah tantangan untuk menciptakan pelajaran.
Keempat, Pemahaman agama yang kuat mutlak
dibutuhkan oleh “kids zaman now” agar tidak terombang ambing oleh gelombang
zaman. Mafahim atau paham terhadap
agamanya melahirkan generasi yang tidak hanya tahu baik dan buruk. Generasi
mafahim mencetak generasi yang tahu dan mau melakukan kebaikan “ber-amar ma’ruf” dan tahu keburukan dan mau mencegah
keburukan “ber-nahi munkar”. Dengan mafahim atas agamanya, maka “Kids zaman
now” dalam berkata dan berperilaku akan selalu terarah. Orientasi hidupnya
jelas, yaitu selalu berharap atas ridho Alloh dan surga-Nya. Jalan hidupnya
akan stabil dan terukur walaupun hidupnya di zaman yang teknologi tinggi dan
serba otomatis.
Kita harus optimis untuk bisa mencetak generasi
Z agar bisa jaya pada masanya yaitu era golden
age yang diperkirakan pada tahun 2045-an. Saya optimis, jika kita sebagai
orang tua dan guru pandai-pandai mendidik, mengarahkan, lebih-lebih lagi bisa
menginspirasi dan menjadi teladan yang baik bagi generasi Z, maka bukan
mustahil generasi emas itu akan muncul bertaburan bak bintang pada saatnya.
Mudah-mudahan itu bukan utopia, tapi itu harus kita impikan dan kita usahakan
dengan keras untuk menjadikanya sebuah kenyataan. Mudah-mudahan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
senantiasa memudahkan jalan kita, aamiin.
Wallahua’lam