Pengikut

Senin, 16 Juni 2008

Pembelajaran

ACTIVE LEARNING:
Solusi Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

Oleh:
Mishad*


Yang saya dengar, saya lupa
Yang saya lihat, saya ingat
Yang saya kerjakan, saya pahami
(Konfusius)

Besok siang saya harus mengajar perdana, bab metodologi penelitian sosiologi di kelas III program ilmu sosial. Terus terang pikiran saya waktu itu agak pesimis dapat menyampaikan materi itu secara maksimal atau tidak. Maklum, materi pelajarannya berat, kondisi waktunya siang dengan tingkat pemahaman siswa program IPS yang rata-rata intelektualnya sedang atau bahkan kurang membuat saya berpikir keras. Intinya, yang saya pikirkan adalah bagaimana siswa kelas III IPS itu bisa menerima materi tersebut dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Terbersit di benak saya untuk melakukan apa yang dikatakan Konfusius, yaitu “yang saya kerjakan saya pahami”. Singkat cerita, untuk menyampaikan materi metodologi penelitian saya kemudian menyiapkan instrumen pembelajaran berupa sejumlah angket. Kemudian saya juga menyiapkan konsep dan instrumen pengkodean data, matriks data, rekapitulasi data, dan tabulasi data. Lalu, saya buat alur kerja yang harus saya lakukan di depan siswa dalam skenario pembelajaran. Tidak lupa, saya juga membuat sistematika tugas yang harus dilakukan siswa agar target materi dalam pembelajaran saya ke siswa tuntas.
Alhamdulillah, ketika saat mengajar itu tiba. Saya terapkan apa yang harus saya lakukan dan dilakukan oleh siswa. Pertama, setelah saya beri petunjuk cara pembuatan dan pengisiannya semua siswa langsung saya beri angket lengkap dengan instruksi untuk mengisinya secara benar. Kedua, mereka harus maju satu persatu ke depan untuk memindah hasil isian angket ke matriks data yang saya tuliskan di papan sesuai dengan pengkodean data yang mereka buat. Ketiga, dari matriks data tersebut mereka lalu membuat rekapitulasi data dan selanjutnya mentabulasikannya. Keempat, mereka membuat keterangan dari hasil tabulasi data mereka dan menyimpulkannya. Kelima setelah saya beri contoh sistematika sebuah laporan penelitian, mereka saya tugaskan untuk menentukan judul penelitian, membuat angket, pengkodean data, matriks data, rekapitulasi data, tabulasi data, menarik kesimpulan, dan membuat laporan secara berkelompok sesuai dengan judul penelitian mereka.
Saya melihat, dengan aktivitas learning to do atau learning by doing siswa saya tampak bersemangat. Setelah melakukannya, mereka menjadi paham tentang bagaimana cara menentukan judul, membuat instrumen penelitian, mengolah data, menganalisis data, dan menyimpulkan hasil penelitian. Siswa saya akhirnya berkata “Ehm..pak ternyata meneliti itu mudah”. Alhamdulillah, ternyata dengan pembelajaran aktif dengan prinsip “yang saya kerjakan saya paham” itu tepat sekali. Materi metodologi penelitian yang sulit dipahami siswa lewat ceramah dan latihan soal menjadi mudah dikerjakan dengan pendelegasian dan kerja kelompok. Kesimpulan saya, pembelajaran aktif (active learning) adalah satu cara yang efektif agar pembelajaran yang kita lakukan menyenangkan dan berhasil mencapai target tuntas.
Memang, variasi metode mengajar guru sangat diperlukan untuk memacu minat belajar siswa. Dengan berlakuknya kurikulum berbasis kompetensi, guru harus kreatif mencari model-model pembelajaran yang PAKEM. Salah satu metode belajar yang bisa dilakukan adalah dengan model pembelajaran aktif (active learning). Ciri mendasar dari pembelajaran aktif adalah dibentuknya kelompok, siswa aktif, guru lebih sebagai fasilitator, adanya media pembelajaran atau alur permainan (role-playing). Pembelajaran aktif bertujuan menyinergikan kemampuan melihat (visual), mendengar (auditorial), dan perilaku (kinestetik) siswa.
Seperti yang telah kita ketahui, sebagian besar orang cenderung mudah lupa tentang apa yang mereka dengar dan lihat saja. Salah satu alasan yang paling menarik adalah kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan mendengar siswa. Pada umumnya, guru ketika berbicara normal adalah dengan kecepatan 100 hingga 200 kata per menit. Sedangkan siswa normal hanya dapat merekam sekitar 50 sampai 100 kata saja atau setengahnya. Apalagi kalau gurunya bicara cepat dan lama, maka bisa dipastikan siswa akan pudar konsentrasinya. Berdasarkan hasil penelitian, siswa hanya mampu mendengarkan (tanpa memikirkan) 400-500 kata per menit saja. Apabila siswa mendengarkan dengan waktu yang berkepanjangan dan bicaranya guru tidak jelas, maka siswa cenderung jenuh. Pikiran mereka bisa mengembara entah ke mana.
Dalam penelitian Polio (1984) menunjukkan , bahwa dalam perkuliahan bergaya ceramah, mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah. Penelitian McKeachie (1986) memperkuat hasil temuan Polio, yaitu mahasiswa dapat mengingat 70% dalam sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam 10 menit terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah. Tidak heran jika mahasiswa dalam kuliah psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah hanya mengetahui 8 % lebih banyak dari kelompok pembanding yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Ricckard, 1988).
Hasil penelitian Pike (1989) menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa sekitar 200% ketika digunakan media visual dalam mengajarkan kosa kata. Bahkan waktu yang digunakan untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40% ketika media visual digunakan untuk mendukung presentasi lisan. Hal ini lantaran media gambar punya nilai tiga kali lebih efektif dari kata-kata saja. Siswa terkadang suka belajar dengan cara mendengarkan. Di antara mereka juga ada yang suka belajar dengan gaya melihat atau mengamati. Namun cukupkah kita mengajar dengan mengasah kemampuan mendengar (auditori) atau melihat (visual) siswa saja?
Masih ada keterampilan siswa yang perlu difungsikan, yaitu kemampuan unjuk kerja (kinestetik). Untuk menyinergikan tiga gaya belajar tersebut diperlukan metode cara pembelajar aktif (active learning). Kegiatan belajar bersama secara berkelompok yang merupakan ciri pembelajaran aktif dapat memacu siswa belajar aktif. Melalui kegiatan kerjasama kelompok kecil-kecil akan memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama, seperti Jigsaw akan mendorong siswa untuk tidak hanya belajar bersama namun juga mengajarkan antara satu dengan yang lain.
Ada bermacam-macam cara untuk menyusun diskusi dan mendapatkan respon dari siswa dalam pembelajaran aktif. Kita juga dapat menggabungkan beberapa metode ini—sebagai misal menggunakan sub-diskusi kemudian mengundang juru bicara dari masing-masing kelompok untuk bertugas dalam sebuah panel. Untuk lebih jelasnya, menurut Melvin L. Silberman (2004) beberapa metode pembelajaran aktif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Diskusi terbuka : Diskusi terbuka yang sifatnya langsung sangatlah menarik. Jika anda khawatir kalau-kalau diskusi berkepanjangan , peringatkanlah siswa lebih dahulu. Untuk mendorong siswa supaya berpartisipasi, tanya berapa di antara kalian yang memiliki jawaban atas pertanyaan saya. Kemudian tunjuk salah satu siswa yang mengacungkan jari.
2. Kartu jawaban: Bagikan kartu indeks dan mintakan jawaban atas pertanyaan anda tanpa menyertakan nama. Serahkan atau sebarkan kartu indeks itu kepada semua kelompok. Gunakan kartu jawaban untuk menghemat waktu atau untuk melindungi privasi dari jawaban yang bisa menyinggung perasaan. Tuntutan untuk memberikan jawaban secara ringkas pada selembar kartu merupakan keunggulan juga.
3. Jajak pendapat: susunlah sebuah survei singkat yang diisi dan dihitung hasilnya di tempat itu juga, atau lakukan pemungutan suara secara lisan. Gunakan pemungutan suara untuk mendapatkan data secara cepat dan dalam bentuk yang bisa dihitung. Jika anda menggunakan survei tertulis, upayakan untuk menyampaikan kembali hasilnya kepada siswa selekas mungkin. Jika anda menggunakan survey lisan, mintalah siswa untuk mengacungkan jari atau perintahkan siswa untuk menunjukkan kartu jawaban.
4. Diskusi sub kelompok: Bagilah siswa menjadi sub-sub kelompok yang terdiri dari tiga anggota atau lebih untuk berbagi dan mencatat informasi. Gunakan diskusi sub kelompok bila anda memiliki cukup waktu untuk memproses pertanyaan dan soal. Ini merupakan salah satu metode utama untuk mendapatkan partisipan dari seluruh siswa.
5. Mitra belajar: Perintahkan siswa untuk mengerjakan tugas atau mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan utama dengan siswa yang duduk di sebelahnya. Gunakan mitra belajar bila anda ingin melibatkan semua siswa. Tapi dengan cara ini tidak cukup waktu untuk melaksanakan diskusi kelompok kecil . Sebuah pasangan merupakan konfigurasi kelompok yang baik untuk membangun hubungan saling mendukung dan untuk melaksanakan aktivitas kompleks yang tidak cocok dengan konfigurasi kelompok besar.
6. Penyemangat: Datangi semua kelompok dan mintai jawaban singkat atas pertanyaan utama. Gunakan kalimat penyemangat bila anda menginginkan sesuatu secara cepat dari siswa. Penggalan kalimat, semisal “Usaha yang bisa kita lakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia adalah……..”. dapat menjadi semacam penyemangat atau pelecut. Untuk menghindari perulangan, perintahkan siswa untuk memberi sumbang saran baru tentang proses yang sedang berlangsung.
7. Model Panel: Perintahkan sejumlah kecil siswa untuk mengemukakan pendapat mereka di depan kelas. Sebuah panel informal dapat dibentuk dengan meminta pendapat dari sejumlah siswa yang sudah ditentukan yang masih berada di tempat duduk masing-masing. Lakukan penggiliran panelis agar semua bisa berpartisipasi.
8. Ruang Terbuka (Fishbowl): Perintahkan sebagian siswa untuk membentuk lingkaran diskusi, dan perintahkan sebagian lain untuk membentuk lingkaran pendengar di sekeliling mereka. Bawalah kelompok baru ke lingkaran dalam untuk melanjutkan diskusi. Gunakan formasi ruang terbuka untuk membantu pemfokusan pada diskusi kelompok besar. Meski memakan waktu, cara ini merupakan metode terbaik untuk mengkombinasikan keunggulan dari diskusi kelompok besar dan kecil.
9. Permainan: Gunakan latihan yang menyenangkan atau permainan kuis untuk memancing pendapat, pengetahuan, atau keterampilan siswa. Tayangan di TV semisal kuis “Family 100” atau “Tebak kata” bisa digunakan sebagai landasan permainan yang mendorong siswa untuk berpartispasi. Gunakan permainan yang bisa membangkitkan semangat dan keterlibatan siswa. Permainan juga sangat membantu menciptakan suasana dramatis yang kelak akan terus diingat oleh siswa.
10. Memanggil pembicara selanjutnya: Perintahkan siswa untuk tunjuk jari, ketika mereka ingin berbagi pendapat, dan perintahkan agar pembicara yang sekarang untuk menunjuk pembicara berikutnya (bukannya guru yang menunjuknya). Gunakan tekhnik ini, bila anda yakin ada minat yang cukup besar terhadap diskusi atau aktivitas belajar, dan anda ingin meningkatkan interaksi siswa.
Dengan menerapkan active learning, maka diharapkan siswa lebih tersalurkan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya secara bersama. Hal ini sejalan dengan metode belajar kontrusktivistik yang mengasah kemampuan siswa menemukan sendiri (inquiry) konsep materi yang dipelajarinya. Melalui mendengar, melihat, dan unjuk kerja sangat dimungkinkan siswa akan menemukan sendiri materi yang dipelajarinya. Selain itu, situasi yang tercipta dalam active learning terasa siswa lebih kreatif, efektif, dan dalam situasi menyenangkan. Model-model pembelajaran yang demikian inilah yang diharapkan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi.

* Penulis adalah praktisi Pendidikan di Madrasah Terpadu MAN 3 Malang, Staf redaktur di Majalah Al Mu’tashim, dan mantan wartawan Radar Bojonegoro

Kamis, 12 Juni 2008


Artikel

Belajar Soft Skill dari Laskar Pelangi


Oleh:
M i s h a d*
Abstrak/Resume:
Dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata tergambar kecintaan dan rasa hormat pada para Guru. Bagi Andrea, guru-guru seperti Bu Mus dan Pak Harfan adalah pelita, dalam arti yang sesungguhnya. Namun, sekarang profesi guru kerap dinodai perilaku tidak terpuji dari oknum guru, yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pendidik. Di antara contohnya adalah tindakan kekerasan fisik atau penganiayaan yang dilakukan beberapa oknum guru terhadap siswanya di beberapa daerah belakangan ini. Kondisi demikian terjadi diakibatkan oleh tidak terjalinnya komunikasi yang baik serta tidak ada toleransi di antara siswa dan guru. Dalam hal ini guru seharusnya dituntut memiliki rasa empati yang besar sebagai soft skill-nya. Guru yang berhasil memperbaiki anak didiknya adalah guru yang telah menguasai dirinya sendiri. Dia mampu menunjukkan kesalahan siswa tanpa harus merendahkannya. Profile guru yang memiliki soft skill ini lah yang patut kita teladani dari novel berjudul Laskar Pelangi.


Seru! Begitulah kesan kita, kalau membaca novel yang berjudul Laskar Perlangi, karya novelis Andrea Hirata. Novel yang terbit pertama kali bulan September 2005 itu, kini sudah dicetak enam belas kali. Laskar Pelangi bersumber dari kisah nyata penulisnya, yaitu Andrea yang dibesarkan dalam tipikal keluarga kelas menengah ke bawah Indonesia di sebuah kampung miskin yang berbatasan dengan sebuah kerajaan besar Perusahaan Negara (PN) Timah dengan semua fasilitas yang mewah & mahal. Di tengah-tengah kemewahan PN Timah, terdapat sebuah sekolah yang kelas-kelasnya berdinding kayu, berlantai tanah, beratap bocor, dan kalau malam menjadi kandang hewan. Tanpa poster burung garuda, foto presiden dan wakil presiden. Amat sederhana bangunan sekolah itu. Tapi persoalan apapun menyangkut pendidikan tak pernah sederhana.
Novel ini tidak mengajak pembaca untuk menangisi kemiskinan. Sebaliknya, mengajak kita untuk memandang kemiskinan dengan cara lain. Tepatnya melihat sisi lain dari kondisi kekurangan yang mampu melahirkan kreativitas-kreativitas tak terduga. Keterbatasan-keterbatasan yang dialami nyatanya menumbuhkan anggota Laskar Pelangi menjadi karakter-karakter yang unik. Kenakalan-kenakalan kecil bercampur dengan kepolosan yang cerdas, menghadirkan satu adonan menakjubkan tentang bagaimana masa kecil dipersepsi dan dijalani oleh anak-anak yang luar biasa ini. Mereka menjadi luar biasa karena hidup dalam keterbatasan, luar biasa karena dibesarkan dengan idealisme pendidikan yang terasa naif di zaman sekarang, sekaligus luar biasa karena garis nasib menuntun mereka menjadi sosok-sosok yang tidak pernah terduga oleh siapapun.
Dalam Laskar Pelangi tergambar pula kecintaan dan rasa hormat pada para Guru. Bagi Andrea, guru-guru seperti Bu Mus dan Pak Harfan adalah pelita, dalam arti yang sesungguhnya. Karya ini mengajak para pembaca untuk berterimakasih pada sang Guru dan merenungkan jasa-jasa mereka tanpa upacara atau nasihat-nasihat klise. Novel ini berpotensi menjadi satu diantara sedikit karya yang bakal membuat kita tergugah untuk menjenguk kembali sisa-sisa kenangan masa kecil yang mungkin masih kita miliki, serta menghormati sekolah dasar kita, guru-guru kita, lingkungan kecil kita, teman-teman bandel yang kerap menggoda dan dulu begitu menjengkelkan.
Sebagai seorang guru saya tertarik ketika Andrea bercerita tentang sosok gurunya yang bernama Pak Harfan. Dalam novelnya Andrea menulis tentang cara mengajar Pak Harfan “………. Ketika mengajukan pertanyaan beliau berlari-lari kecil mendekati kami, menatap kami penuh arti dengan pandangan matanya yang teduh seolah kami adalah anak-anak Melayu yang paling berharga. Lalu membisikkan sesuatu di telinga kami, menyitir dengan lancar ayat-ayat suci, menantang pengetahuan kami, berpantun, membelai hati kami dengan wawasan ilmu, lalu diam, diam berpikir seperti kekasih merindu, indah sekali. Beliau menorehkan benang merah kebenaran hidup yang sederhana melalui kata-katanya yang ringan namun bertenaga seumpama titik air hujan. Beliau mengobarkan semangat kami untuk belajar dan membuat kami tercengang dengan petuahnya tentang keberanian pantang menyerah melawan kesulitan apa pun ……… “
Petikan beberapa kalimat yang ditorehkan oleh Andrea untuk menggambarkan sosok gurunya di atas begitu mempesona. Alangkah bahagianya jika kita sebagai seorang guru bisa mencerminkan sosok guru yang ditulis Andrea. Yaitu sosok guru yang berwibawa, berwawasan ilmu luas, dan menyenangkan dalam mendidik siswanya. Pendekatan dalam mendidik siswa yang dilakukan oleh pak Harfan yang diceritakan dalam novel ini lah yang sekarang ini dikenal dengan istilah pendekatan soft skill. Yaitu mendidik siswa dengan pendekatan yang mengembangkan sikap toleran, simpati, empati, emosi, etika dan unsur psikologis lainnya.
Menerapkan Pendekatan Soft Skill
Keberadaan pendidikan sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Kebutuhan terhadap pendidikan bersifat mutlak baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat dan bangsa, terutama dalam proses penyampaian kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Dalam proses pendewasaan manusia, selalu akan terbentuk suatu sistem perilaku yang juga ikut ditentukan oleh watak pribadinya, yaitu bagaimana ia akan memberi reaksi terhadap suatu pengalaman (Kemalia Shabarini:2007).
Sistem perilaku inilah yang akan menentukan dan membentuk sikapnya terhadap sesuatu. Tepat seperti kalimat bijak, “jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki; jika dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri; jika anak dibesarkan oleh toleransi, ia belajar percaya diri; jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai; jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan, dan jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam hidupnya”.
Di tengah-tengah upaya membangun profesionalisme guru, profesi guru kerap dinodai perilaku tidak terpuji dari oknum guru yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pendidik. Di antara contohnya adalah tindakan kekerasan fisik atau penganiayaan yang dilakukan seorang oknum guru terhadap siswanya di beberapa daerah belakangan ini. Kemudian tindakan pencabulan yang juga pernah dilakukan oknum guru terhadap siswa yang berkelakuan khusus (hiperaktif dan autis) di Jakarta. Bahkan baru-baru ini di Bogor seorang oknum guru SMP menusuk muridnya dengan sebilah pisau hingga akhirnya tewas pada saat class meeting.
Menurut Indra Yusuf (2007), kondisi demikian terjadi di antaranya diakibatkan oleh tidak terjalinnya komunikasi yang baik serta tidak ada toleransi di antara siswa dan guru. Bagaimanapun, guru dan siswa adalah bagian dari suatu sistem dalam pendidikan yang tingkat interaksinya dalam mencapai suatu tujuan tertentu sangat tinggi, sehingga perlu dijalin komunikasi yang positif di antara keduanya. Dalam menjalin komunikasi positif itu seorang guru perlu memiliki soft skill yang dapat menghindarkannya dari kemungkinan terjadinya miscommunication atau misunderstanding sebagai pangkal semua persoalan.
Mengembangkan Soft Skill
Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Kemampuan yang dikembangkan tidak hanya ranah kognitif dan psikomotorik semata yang ditandai dengan penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan, melainkan juga ranah kepribadian siswa. Pada ranah ini siswa harus menumbuhkan rasa percaya diri sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri yakni manusia yang berkepribadian yang mantap dan mandiri. Manusia utuh yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya, yang mengendalikan dirinya dengan konsisten dan memiliki rasa empati (tepo seliro). Menurut Howard Gardner dalam bukunya yang bejudul Multiple Inteligences (1993), bahwa ada 2 kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kepribadian yaitu :
Kecerdasan Interpersonal (interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh orang lain (isyarat), dan kemampuan untuk menjali relasi dan komunikasi dengan berbagai orang lain.
Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan berani.
Mengingat pentingya soft skill dalam upaya membentuk karakter siswa, maka strategi pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah dengan mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah. Disamping itu perlu juga kreativitas guru untuk mampu memancing siswa untuk terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial dan emosional. Dengan demikian bila hal itu sudah terbiasa dilakukan oleh siswa maka akan terbawa nantinya bila mereka terjun di dunia kerja dan di masyarkat.


Manfaat Pendekatan Soft Skill
Kecakapan soft skill ini tentunya juga bisa bermanfaat untuk guru antara lain, pertama, membantu guru membuat keputusan dengan lebih baik. Kedua, meningkatkan kemampuan guru menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ketiga, terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional, timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerja. Keempat, peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustrasi, dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya diri. Kelima, lahirnya kepekaan guru dalam merasa dan menyelesaikan permasalahan siswa.
Globalisasi, modernisasi, bahkan westernisasi telah merasuki gaya hidup semua orang, termasuk guru dan siswa. Dulu tampak besar sekali rasa hormat seorang siswa terhadap gurunya. Akan tetapi sekarang, kondisi tersebut sudah sedikit bergeser -- kalau tak bisa dikatakan menurun. Keadaan demikian juga dipicu oleh gagalnya pendidikan budi pekerti yang ditanamkan kepada siswa dan memang tidak diajarkan secara mandiri. Sementara proses pembelajaran yang berlangsung mengondisikan hubungan antara siswa dan guru lebih dekat pada posisi yang sejajar sebagai mitra. Kini, siswa tidak lagi merasa segan terhadap gurunya.
Terlepas dari terjadinya pergeseran itu, yang terpenting saat ini adalah bagaimana membangun komunikasi yang positif antara siswa dan guru. Dengan komunikasi yang terjalin dengan baik, tujuan pendidikan dan pengajaran diharapkan tercapai tanpa warna insiden yang merugikan kedua belah pihak. Sulit? Bisa jadi, karena guru dan siswa punya latar berbeda. Baik dari segi usia, psikografis, maupun tujuannya berada di dalam kelas. Tak heran bila dalam interaksinya mereka rentan terhadap konflik. Dalam hal ini guru seharusnya dituntut memiliki rasa empati yang besar sebagai soft skill-nya.
Dengan empati yang besar, kesenjangan komunikasi dan toleransi bisa teratasi. Seorang pendidik dikatakan berempati bila ia dapat berpikir sejenak dan berusaha memahami pikiran, perasaan, reaksi, perkembangan, dan motivasi dari siswa. Proses berpikir yang dilakukan melibatkan dirinya secara utuh, dengan segala macam resiko perbedaan pendapat, rasa, bahkan kemungkinan konflik. Jadi, empati merupakan kegiatan berpikir individual mengenai rasa yang dia hasilkan ketika berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, seorang guru yang berempati tajam mampu menyelami kehidupan, apa yang diinginkan, dan dirasakan siswanya satu per satu. Dengan berempati, guru akan dapat membaca dan mengikuti arah siswa bergerak untuk kemudian mengendalikannya sesuai arah yang dituju bila arah siswa sudah melenceng.
Seorang guru yang memiliki empati mendalam berarti telah memiliki soft skill dalam dirinya. Perilakunya pun akan mencerminkan kematangan bertindak. Ketika akan menjatuhkan hukuman atau sanksi terhadap siswanya, dia tidak akan mengalami kesulitan karena dia memiliki seni dan caranya sendiri. Dengan demikian, sanksi yang diberikan akan dirasakan siswa tidak sebagai hukuman, melainkan dianggap sebagai pemicu semangat. Menjatuhkan hukuman dan memberi teguran merupakan suatu seni yang tak mudah dimiliki seorang guru. Guru yang berhasil memperbaiki anak didiknya adalah guru yang telah menguasai dirinya sendiri. Dia mampu menunjukkan kesalahan siswa tanpa harus merendahkannya. Profile guru yang memiliki soft skill ini lah yang patut kita teladani dari novel berjudul Laskar Pelangi. Walaupun agak terlambat, kami menghimbau pada para guru untuk belajar tentang soft skill dengan membaca novel Laskar Pelangi.

* Penulis adalah Guru di Madrasah Terpadu MAN 3 Malang dan pernah mengajar di SMKN 4 Malang

Rabu, 11 Juni 2008

Rahasia Dibalik Bencana

Oleh:

Mishad Khairi


“Subhanaalloh, sholat saya jadi semakin khusu’, do’a saya juga lebih mantap walaupun keduanya saya lakukan di bawah tenda yang diguyur hujan. “Sungguh, di balik bencana yang menimpa kami ternyata ada hikmah dan pengaruh positif pada kualitas ibadah kami”.

Kalimat itu disampaikan oleh seorang ibu, korban bencana gempa di Jogyakarta. Lontaran spontan itu disampaikan pada acara silturrahim pagi, lewat radio MQ FM Bandung bekerjasama dengan RRI Jakarta yang direlay beberapa stasiun radio di Indonesia. Apa yang disampaikan ibu itu menunjukkan, ternyata tidak semua orang yang terkena musibah atau bencana akan mengeluh, stres, dan berduka berlarut-larut. Justru ibu ini merasakan sholat dan do’anya semakin khusu’, walau dilaksanakan di sekitar puing-puing bangunan yang runtuh dihantam gempa tektonik .
Memang, bencana alam dan musibah dalam kurun 2 tahun ini menimpa bertubi-tubi pada masyarakat Indonesia. Mulai dari gelombang tsunami di Aceh, gempa di pulau Nias, , flu burung dan demam berdarah yang mewabah, gempa Jogyakarta, banjir di Sinjai (Sulawesi selatan) dan Kota Baru (Kalimantan), gelombang tsunami di pantai selatan jawa, hingga semburan lumpur panas di Porong, Sidorajo yang sampai kini belum berhenti. Bencana dan kerusakan baik di darat dan di laut itu turun akibat ulah dan dosa manusia. Tapi saya yakin, tidak semua korban yang tertimpa bencana atau musibah adalah mereka yang menjadi biang ulah dan dosanya. Mungkin, bagi korban bencana yang berdosa dan berulah itu adalah adzab bagi mereka. Tapi bagi mereka yang beriman dan bertaqwa, bencana dan musibah yang menimpa itu adalah sebagai ujian dan cobaan hidup.

Menengok Sejarah
Mari kita tengok sejarah emas zaman Rasululloh dan sahabat. Apakah derajat mereka yang mulia itu melepaskan mereka dari musibah dan persoalan hidup? Banyak suri tauladan Rasululoh yang patut kita contoh. Beliau pernah dilempar kotoran unta, kedua kakinya dicederai, dan wajahnya dilukai oleh orang-orang kafir. Beliau pernah diusir dari Makkah, dicemarkan kehormatan istrinya, dan tujuh puluh sahabatnya terbunuh. Seorang putra serta sebagian besar puterinya meninggal dunia pada saat beliau sedang senang-senangnya membelai mereka. Bahkan pernah saking laparnya, beliau mengikatkan batu di perutnya untuk menahan lapar. Segala cobaan tadi dihadapi beliau dengan tabah dan dianggap sebagai penyucian jiwa yang tiada tara dan tandingannya.
Cobaan-cobaan itu juga menimpa para khalifah dan pemimpin kita. Umar bin khotob dibunuh dan dilumuri dengan darahnya sendiri. Sedangkan Sayyidina Usman bin Affan dibunuh diam-diam. Ali bin Abi Thalib mati terbunuh ditikam dari belakang. Masih banyak lagi para pemimpin kita yang harus menerima cambukan di punggungnya, dijebloskan ke dalam penjara, dan diasingkan ke negara lain. Tapi mereka menghadapinya dengan memperbanyak amal saleh, bukannya meratapinya berlarut-larut atau melampiaskannya ke jurang kemaksiatan.
Alloh tidak pernah mencabut sesuatu dari kita, kecuali Dia menggantinya dengan yang lebih baik. Tetapi itu terjadi jika kita bersabar dan ridha dengan segala ketetapannya. Para Waliyulloh yang pernah ditimpa musibah, ujian, dan cobaan akan mendapatkan penghormatan agung di surga firdaus. Maka, kita harus tabah menghadapi musibah yang menimpa kita. Sebab yang menentukan semua itu adalah dzat yang memiliki surga, balasan, pengganti, dan ganjaran yang besar. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang Aku ambil orang yang dicintainya dari penduduk dunia, kemudian dia (bersabar sambil) mengharapkan pahala (dari-Ku), niscaya Aku akan menggantinya dengan surga” (HR. Bukhari).
Barangsiapa di dunia mendapat musibah, sedang dia mau bersabar, ridha, dan mau mencari hikmah dibalik itu, maka ia akan mendapat kesenangan di akhirat kelak. Mari kita telusuri di setiap rumah, pasti ada penghuninya yang pernah merintih, dan setiap pipi pasti pernah basah oleh air mata. Betapa banyak orang yang mengalami penderitaan tapi mereka sabar menghadapinya. Betapa banyak di dunia ini orang yang terbaring sakit di pembaringannya sambil menjerit menahan nyeri. Betapa banyak orang tua yang harus kehilangan buah hatinya yang masih lucu-lucunya. Ternyata, musibah itu tidak menimpa kita saja. Bahkan mungkin penderitaan dan cobaan yang menimpa orang lain itu jauh lebih berat daripada musibah yang kita alami.
Untuk meringankan beban penderitaan yang kita alami, maka ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan. Di antaranya pertama, percaya dan ber-khusnudzhon sepenuhnya kepada Alloh. Tinta pena telah mengering, lembaran-lembaran catatan ketentuan telah disimpan, setiap perkara telah diputuskan dan takdir telah ditetapkan. Segala sesuatu ada dan akan terjadi sesuai dengan ketentuan qadha’ dan qadar-Nya. Ini merupakan keyakinan orang-orang Islam serta para pengikut Rasululloh. Yakni, keyakinan mereka bahwa segala sesuatu di dunia ini akan pernah ada dan terjadi tanpa sepengetahuan, izin, dan ketentuan Alloh. Sebagaimana firman Alloh dalam surat At Taubah: 51: “Katakanlah: sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Alloh bagi kami”.
Kedua, bersabar menghadapi ujian tersebut. Bersabar diri merupakan ciri orang-orang yang menghadapi pelbagai kesulitan dengan lapang dada, kemauan yang keras, serta ketabahan yang besar. Kehidupan ini tidak akan lepas dari suatu musibah dan kesulitan. Setiap kali selesai dari satu kesulitan, maka kesulitan yang lain selalu datang menyusul. Meskipun demikian, kita harus tetap berlindung dibalik perisai kesabaran dan mengenakan tameng keyakinan kepada Alloh. Demikian itulah orang-orang mulia dan terhormat, yaitu mereka yang bertarung melawan setiap kesulitan dan menjatuhkan semua bencana itu terkapar di atas tanah.
Bersabarlah karena Alloh, sebagaimana kesabaran orang yang yakin akan datangnya kemudahan, mengetahui tempat kembali yang baik, mengharap pahala, dan senang menjauhi kejahatan. Seberapa berat permasalahan yang kita hadapi, tetaplah bersabar. Kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama dengan kesabaran, karena dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Seperti apa yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul. Ketika deraan musibah itu menimpa mereka, maka dianggapnya sebagai tetesan air dingin yang menetes di kepala mereka. Mereka tak tergoyahkan laksana gunung dan menancap jauh dalam kebenaran. Dalam waktu singkat semua kesedihan dari raut wajah mereka sirna berubah menjadi sorot cahaya kemenangan.
Ketiga, menganggap apa yang telah terjadi adalah yang terbaik. Dalam surat Al Baqarah:216, Alloh berfirman “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Alloh mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah bersabda: “Alloh tidak menentukan sebuah qadha’ bagi hamba kecuali qadha’ itu baik baginya”.
Ketika ditimpa sebuah musibah, maka dibenak kita pasti akan menganggap musibah itu adalah kenyataan pahit. Tapi benarkah keadaan keimanan dan keislaman kita akan lebih baik jika musibah itu tidak menimpa kita? Tidak ada yang bisa menjamin. Tapi mungkin saja dengan adanya cobaan hidup itu membuat keimanan dan keislaman kita meningkat. Tentunya hal seperti ini terjadi jika kita mau mengambil hikmah dan memetik manfaat dari ujian yang menimpa diri kita.
Keempat, Yakinlah jalan keluar pasti akan datang. Ketika kita melihat tali meregang kencang, ketahuilah, bahwa tali itu akan segera terputus. Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa nyaman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian. Fajar pun pasti akan datang dan akan mengusir kegelapan malam. Termasuk kesusahan itu akan segera berakhir, pertolongan Alloh itu pasti akan datang jika kita mau meraihnya dengan ikhtiar dan do’a.
Untuk mencari jalan keluar dari permasalahan hidup ada baiknya kita melakukan sholat. Jika hati kita sesak, masalah kita semakin rumit, dan tipu muslihat semakin banyak, sebaiknya kita sholat. Dalam berbagai urusan penting Rasululloh selalu melapangkan hatinya dengan sholat. Diriwayatkan dari Hafizh ibnu Hajar, bahwa suatu hari Rasululloh pergi ke Mesir. Di tengah jalan, dia dikepung oleh segerombolan pencuri. Seketika itu juga beliau berdiri untuk melakukan sholat. Alloh pun akhirnya memberikan Rasululloh jalan keluar.

Renungan
Mudah-mudahan bencana yang beruntun menimpa bangsa Indonesia ini menjadi peringatan keras bagi kita. Mungkin Alloh Ta’ala sudah bosan melihat perilaku kita yang kian hari makin bergelimang maksiat. Prostitusi, perselingkuhan, free sex, pornografi, dan pornoaksi merajalela. Sementara kejahatan, seperti angka pemerkosaan, peredaran narkoba, perampokan, korupsi, dan pembunuhan di Indonesia grafiknya terus meningkat. Di samping itu terjadi eksploitasi alam secara besar-besaran, seperti penebangan hutan secara bebas serta eksploitasi sumber daya alam di darat dan di laut secara berlebihan. Semoga kita yang banyak dosa dan ulah ini segera introspeksi dan sadar serta mendapat petunjuk-Nya ke jalan yang benar.
Bagi hamba Alloh yang beriman, mudah-mudahan bencana dan musibah adalah sebagai media untuk mempertebal iman dan menambah ketaqwaan kita pada Alloh Ta’ala. Kita senantiasa harus sabar menghadapi ujian dan coba’an hidup ini. Mungkin dibalik musibah yang menimpa kita itu ada rahasia dan hikmah yang tersembunyi. Seperti halnya yang terjadi pada seorang ibu di atas yang merasa sholat dan do’anya berrtambah khusu’ setelah gempa mengguncang bumi yogyakarta yang menjadi pijakan hidupnya selama ini. Wallahua’lam