Pengikut

Rabu, 04 Juni 2014

Melejitkan Mutu Pendidikan Melalui PMU



Oleh:
Mishad*

Pendidikan adalah sarana utama didalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Tanpa pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia yang maksimal. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Sebagaimana yang termaktub di dalam UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Dengan demikian pendidikan yang bermutu bukanlah milik suatu kelompok atau perseorangan, akan tetapi pendidikan adalah hak semua warga negara tanpa membedakan suku, agama, ataupun kasta.
Berdasarkan pengukuran Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan pada tanggal 1/10/2013 di Jenewa, Swiss. Indeks SDM bangsa Indonesia saat ini berada di urutan ke-53 dari 122 negara di dunia. Dalam pengukuran Indeks SDM itu didasarkan 4 pilar indikator pengukuran, dan salah satu pilar utamanya adalah pilar pendidikan. Menyikapi hal itu adalah sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan menteri pendidikan nasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan Pendidikan Menengah Universal.
Istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA mulai tahun 2013 lalu. Nama Pendidikan menengah Universal (PMU) diambil karena sebagai rintisan di mana belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 Tahun. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin saat membuka kegiatan Peningkatan Kemampuan Tenaga Teknis Tata Persuratan Dinas pada Daerah tanggal 18 Mei 2014 menyatakan, bahwa saat ini, Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag), sedang melaksanakan program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Program tersebut dilaksanakan didasari data yang menyebutkan bahwa penduduk Indonesia yang berusia pendidikan menengah (16 - 20 tahun) yang berkesempatan memperoleh pendidikan baru berkisar 76%, sehingga 24%nya belum berkesempatan. Dan diharapkan pada tahun 2020 dapat ditingkatkan menjadi 98%. Untuk mendukung program tersebut, Ditjen Pendidikan Islam kemudian membuat kebijakan dengan mendirikan Madrasah Aliyah (MA) baru, penambahan ruang kelas dengan segala kebutuhannya, penambahan tenaga pendidik (guru), peningkatan sarana prasarana, serta anggaran untuk mendukung pembiayaan siswanya. (http://www.pendis.kemenag.go.id)




Tiga Sasaran PMU
      Ada tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu Pertama. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah. Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SMA sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 16 sampai 18 tahun. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Kedua. Memperkecil disparitas antar daerah. Disparitas dapat diartikan dengan perbedaan. Jadi, memperkecil disparitas antar daerah dapat diartikan dengan memperkecil perbedaan antar daerah khususnya dalam bidang pendidikan.
Ketiga. Memperkuat pelayanan pendidikan vokasi
Istilah vokasi digunakan untuk program pendidikan menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di Amerika Serikat, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di Indonesia.
Pendidikan Menengah Universal atau yang bisa disingkat dengan PMU dapat dikatakan sebagai one step ahead. Bagaimana tidak? Ide dasarnya pun sederhana, bahwasanya Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam layanan pendidikan kita. Dengan adanya kesepakatan untuk melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun pada tahun 2013, Dewan meminta Pemerintah menyegerakan revisi       ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang:
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Revisi yang diharapkan adalah bahwa setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapanbelas) tahun wajib mendapatkan pendidikan. Program wajib belajar 12 tahun ini sangat diharapkan oleh masyarakat luas terutama bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mempersiapkan Wajar 12 Tahun atau yang lebih tepat disebut sebagai Pendidikan Menengah Universal (PMU), yaitu pendidikan menengah yang mencakup SMA, MA dan SMK. Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.
Istilah universal diambil untuk membedakan pengertian wajib belajar yang sudah dijalankan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Pengertian universal adalah konsep yang umum digunakan oleh badan dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk memberikan pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, yang biasa disebut dengan istilah public service obligation (PSO). Sebuah bentuk pelayanan yang jauh lebih mulia karena tidak perlu diminta tapi disediakan atau dijalankan.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Pendidikan Menengah Universal adalah nama lain dari Wajib Belajar 12 tahun. Menurutnya, kementerian tidak memakai kata wajib karena tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan program wajib belajar 9 tahun yang merupakan amanah dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana pada Bab VIII Pasal 34.


Dampak Positif PMU
Segala pelaksanaan sistem pasti ada dampaknya. Beberapa dampak positif atau perubahan yang diharapkan dari Pendidikan Menengah Universal (PMU) asalah sebagai berikut:
Pertama.Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat. Dengan adanya PMU, peluang masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat semakin besar.
Kedua.  Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi. Hingga 2012 ini, APK SMA/sederajat seacara nasional masih berada di bawah 70%. Dengan adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020. Hal ini sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau “Wajar 12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040.
Ketiga. Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan ditingkatkannya layanan pendidikan tinggi, termasuk akan dibangunnya akademi komunitas (community college) di setiap kabupaten/kota menyusul disahkannya UU Pendidikan Tinggi.
Keempat. Penyeimbangan antara SMA dan SMK. Hal ini, akan mengurangi perbedaan jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan sekaligus menambah jumlah lulusan yang siap kerja terutama dari SMK tanpa mengurangi jumlah yang siap melanjutkan ke perguruan tinggi baik dari SMA maupun SMK.
Kelima. PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja, Pengetahuan dan keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP. Sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja.
Keenam. Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP. Karena itulah, kehadiran PMU ini boleh dikatakan berada satu langkah di depan (one step ahead) di tengah-tengah dunia pendidikan kita. Menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus memperbaiki kinerja dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

Konsekuensi Anggaran PMU
Setiap pelaksanaan kegiatan atau sistem, pasti memiliki akibat atau dampak. Beberapa kemungkinan kosekuensi yang akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU), diantaranya adalah masalah anggaran. Dengan diberlakukannya sistem baru, pastilah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Jika dahulu, pemerintah hanya mencanangkan Wajar 9 tahun, maka pemerintah hanya wajib menganggarkan dana pendidikan khususnya untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi pendidikan selama 9 tahun yaitu SD dan SMP. Namun, dengan rencana Pendidikan Menengah Universal (PMU), maka pemerintah juga harus menganggarkan dana lebih karena jenjang yang dicakup kini lebih lama yaitu 12 tahun dari SD, SMP sampai SMA/SMK.
Dengan PMU, maka dana BOS akan dikucurkan untuk jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah atas. Harapannya, subsidi dana BOS akan menyokong pendanaan operasional di sekolah/madrasah hingga pendidikan menengah atas. Sehingga target APK akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020 bukan “utopia”. Harapan lebih lanjut lagi Indeks SDM bangsa Indonesia akan meningkat ke peringkat lebih baik lagi. Sehingga langkah yang ditempuh Kemdikdud harus disokong oleh semua pihak, termasuk Kemenag. DPR diharapkan untuk  “mengetok” lolosnya program dan anggaran untuk PMU ini. Kemdikbud, Kemenag, dan masyarakat luas juga harus bergerak bersama untuk melaksanakan dan mengawasi jalannya PMU. Sehingga program PMU bisa berjalan dengan “clean” tepat sasaran dan jauh dari aroma korupsi. Mari kita lejitkan mutu pendidikan kita melalui PMU. Wallahua’lam.