Oleh:
Mishad*
Pendidikan adalah sarana utama
didalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Tanpa pendidikan
akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia yang maksimal.
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, bahkan
semua itu merupakan hak semua warga negara. Sebagaimana yang termaktub di dalam
UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran”. Dengan demikian pendidikan yang bermutu
bukanlah milik suatu kelompok atau perseorangan, akan tetapi pendidikan adalah
hak semua warga negara tanpa membedakan suku, agama, ataupun kasta.
Berdasarkan
pengukuran Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan pada tanggal 1/10/2013 di Jenewa, Swiss. Indeks
SDM bangsa Indonesia saat ini berada di urutan ke-53 dari 122 negara di dunia.
Dalam pengukuran Indeks SDM itu didasarkan 4 pilar indikator pengukuran, dan
salah satu pilar utamanya adalah pilar pendidikan. Menyikapi
hal itu adalah sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan menteri
pendidikan nasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk
meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah
berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan
Pendidikan Menengah Universal.
Istilah Pendidikan Menengah
Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib
belajar 12 tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh
menjelaskan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun ditempuh untuk menjaring
usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan
Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA mulai tahun 2013
lalu. Nama
Pendidikan menengah Universal (PMU) diambil karena sebagai rintisan di mana
belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 Tahun. Oleh
karena itu, pemerintah berencana mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9
tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam,
Kamaruddin Amin saat membuka kegiatan Peningkatan Kemampuan Tenaga Teknis Tata
Persuratan Dinas pada Daerah tanggal 18 Mei 2014 menyatakan,
bahwa saat ini, Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag), sedang melaksanakan
program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Program
tersebut dilaksanakan didasari data yang menyebutkan bahwa penduduk Indonesia
yang berusia pendidikan menengah (16 - 20 tahun) yang berkesempatan memperoleh
pendidikan baru berkisar 76%, sehingga 24%nya belum berkesempatan. Dan
diharapkan pada tahun 2020 dapat ditingkatkan menjadi 98%. Untuk mendukung program tersebut, Ditjen Pendidikan
Islam kemudian membuat kebijakan dengan mendirikan Madrasah Aliyah (MA) baru,
penambahan ruang kelas dengan segala kebutuhannya, penambahan tenaga pendidik
(guru), peningkatan sarana prasarana, serta anggaran untuk mendukung pembiayaan
siswanya. (http://www.pendis.kemenag.go.id)
Tiga Sasaran
PMU
Ada tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu Pertama. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
menengah. Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun
usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
Misal, APK SMA sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan
jumlah penduduk kelompok usia 16 sampai 18 tahun. APK menunjukkan tingkat
partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan
indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah
di masing-masing jenjang pendidikan.
Kedua. Memperkecil disparitas antar daerah. Disparitas dapat
diartikan dengan perbedaan. Jadi, memperkecil disparitas antar daerah dapat
diartikan dengan memperkecil perbedaan antar daerah khususnya dalam bidang
pendidikan.
Ketiga. Memperkuat
pelayanan pendidikan vokasi
Istilah vokasi digunakan untuk program pendidikan
menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi diturunkan dari
bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di
Amerika Serikat, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah
kejuruan seperti di Indonesia.
Pendidikan Menengah Universal atau
yang bisa disingkat dengan PMU dapat dikatakan sebagai one step ahead. Bagaimana
tidak? Ide dasarnya pun sederhana, bahwasanya Pendidikan Menengah Universal
(PMU) merupakan sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam layanan pendidikan
kita. Dengan adanya kesepakatan untuk melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun pada
tahun 2013, Dewan meminta Pemerintah menyegerakan
revisi ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU
tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang:
Setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Revisi yang diharapkan adalah bahwa
setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapanbelas)
tahun wajib mendapatkan pendidikan. Program wajib belajar 12 tahun ini sangat
diharapkan oleh masyarakat luas terutama bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengambil langkah
strategis untuk mempersiapkan Wajar 12 Tahun atau yang lebih tepat disebut
sebagai Pendidikan Menengah Universal (PMU), yaitu pendidikan menengah yang
mencakup SMA, MA dan SMK. Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada dasarnya
merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara
Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.
Istilah universal diambil untuk
membedakan pengertian wajib belajar yang sudah dijalankan pada jenjang
pendidikan dasar 9 tahun. Pengertian universal adalah konsep yang umum
digunakan oleh badan dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk memberikan
pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, yang biasa disebut dengan
istilah public service obligation (PSO). Sebuah bentuk pelayanan yang
jauh lebih mulia karena tidak perlu diminta tapi disediakan atau dijalankan.
Menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mohammad Nuh, Pendidikan Menengah Universal adalah nama lain dari
Wajib Belajar 12 tahun. Menurutnya, kementerian tidak memakai kata wajib karena
tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan program wajib belajar 9 tahun yang
merupakan amanah dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dimana pada Bab VIII Pasal 34.
Dampak
Positif PMU
Segala pelaksanaan sistem pasti ada
dampaknya. Beberapa dampak positif atau perubahan yang diharapkan dari
Pendidikan Menengah Universal (PMU) asalah sebagai berikut:
Pertama.Terjadi
peningkatan akses publik ke SMA/sederajat. Dengan adanya PMU, peluang
masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat semakin besar.
Kedua. Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat
akan makin tinggi. Hingga 2012
ini, APK SMA/sederajat seacara nasional masih berada di bawah 70%. Dengan
adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020. Hal ini
sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau “Wajar
12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040.
Ketiga. Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang
berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan
ditingkatkannya layanan pendidikan tinggi, termasuk akan dibangunnya akademi
komunitas (community college) di setiap kabupaten/kota menyusul
disahkannya UU Pendidikan Tinggi.
‘Keempat. Penyeimbangan antara SMA dan SMK. Hal ini, akan mengurangi
perbedaan jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan sekaligus menambah
jumlah lulusan yang siap kerja terutama dari SMK tanpa mengurangi jumlah yang
siap melanjutkan ke perguruan tinggi baik dari SMA maupun SMK.
Kelima. PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja, Pengetahuan
dan keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP.
Sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja.
Keenam. Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga
akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP. Karena itulah, kehadiran
PMU ini boleh dikatakan berada satu langkah di depan (one step ahead) di
tengah-tengah dunia pendidikan kita. Menjadi terobosan dalam meningkatkan
kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus memperbaiki kinerja dalam kehidupan
sosial dan ekonomi.
Konsekuensi
Anggaran PMU
Setiap pelaksanaan kegiatan atau
sistem, pasti memiliki akibat atau dampak. Beberapa kemungkinan kosekuensi yang
akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU), diantaranya
adalah masalah anggaran. Dengan diberlakukannya sistem baru, pastilah ada biaya
tambahan yang harus dikeluarkan. Jika dahulu, pemerintah hanya mencanangkan
Wajar 9 tahun, maka pemerintah hanya wajib menganggarkan dana pendidikan
khususnya untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi pendidikan selama 9
tahun yaitu SD dan SMP. Namun, dengan rencana Pendidikan Menengah Universal
(PMU), maka pemerintah juga harus menganggarkan dana lebih karena jenjang yang
dicakup kini lebih lama yaitu 12 tahun dari SD, SMP sampai SMA/SMK.
Dengan PMU, maka dana BOS akan
dikucurkan untuk jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah
atas. Harapannya, subsidi dana BOS akan menyokong pendanaan operasional di
sekolah/madrasah hingga pendidikan menengah atas. Sehingga target APK akan naik
menjadi sekitar 97% pada tahun 2020 bukan “utopia”. Harapan lebih lanjut lagi Indeks
SDM bangsa Indonesia akan meningkat ke peringkat lebih baik lagi. Sehingga
langkah yang ditempuh Kemdikdud harus disokong oleh semua pihak, termasuk Kemenag.
DPR diharapkan untuk “mengetok” lolosnya
program dan anggaran untuk PMU ini. Kemdikbud, Kemenag, dan masyarakat luas juga harus bergerak
bersama untuk melaksanakan dan mengawasi jalannya PMU. Sehingga program PMU
bisa berjalan dengan “clean” tepat
sasaran dan jauh dari aroma korupsi. Mari kita lejitkan mutu pendidikan kita melalui
PMU. Wallahua’lam.