Pengikut

Senin, 15 Desember 2008

Bagaimana Menyikapi Tahun Baru Masehi?

Oleh:
Mishad Khoiri

Tahun baru 2009 M sudah di penghujung mata. Walaupun tiap tahun kita menjumpai tahun baru, namun tahun baru masehi kali ini agak lain. Mengapa? Sebab tahun baru 2009 M ini beriringan dengan tahun baru Hijriyah 1430 H yang jatuh 3 hari sebelumnya, yaitu bertepatan dengan tanggal 29 Desember 2008 M. Ditambah lagi pada tanggal 26 Januari 2009 juga bertepatan dengan tahun baru Imlek. Dengan datangnya beberapa tahun baru tersebut, beragam cara masyarakat untuk menyambutnya. Fakta membuktikan masyarakat dunia begitu antusias menyambut tahun baru, terutama tahun baru masehi.

Diantara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru masehi di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk, dan lain-lain. Sebenarnya bagaimana bagaimana sejarah tentang tahun baru masehi dan bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru masehi?

Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun baru masehi itu sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Nasrani. Masehi adalah nama lain dari Isa Almasih dalam keyakinan Nasrani. Menurut catatan di Encarta Reference Library Premium 2005, orang pertama yang membuat penanggalan kalender (penanggalan matahari) adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada tahun 45 SM jika mengunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus.
Tapi pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender dari Julius Caesar ini untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti: in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi)
Pope (Paus) Gregory III kemudian memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan Nasrani. “The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date.”, demikian keterangan dalam Encarta.
Di zaman Romawi, pesta tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua-ini bukan munafik maksudnya, tapi merupakan Dewa pintu dan semua permulaan. Jadi mukanya dua: depan dan belakan, depan bisa belakang bisa. Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa (abad permulaan Masehi). Seiring muncul dan berkembangnya agama Nasrani, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal. Itulah sebabnya mengapa kalo ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu: Merry Christmas and Happy New Year.

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi
Berdasarkan kaidah fiqih dalam ajaran agama kita, bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara (syariat Islam). Itu sebabnya, sebelum melakukan suatu perbuatan kita harus tahu apakah perbuatan tersebut dihukumi sebagai perbuatan yang dibolehkan, diwajibkan, disunnahkan, diharamkan atau dihukumi sebagai makruh.
Dari sejarah tahun baru masehi di atas diketahui, bahwa merayakan tahun baru masehi adalah bukan berasal dari budaya kita, kaum muslimin. Tapi sangat erat dengan keyakinan dan ibadah kaum Nasrani. Jadi melakukan sebuah perbuatan yang diniatkan untuk merayakan tahun baru masehi dihukumi haram oleh sebagian besar ulama.
Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman Allah SWT dalam surat Al Furqan: 72.:

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Ulama-ulama Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan ar-Rabi’ bin Anas menafsirkan kata “az-Zuura” (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir. Itu artinya, kalau sampai seorang muslim merayakan tahun baru masehi berarti melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang kafir. Naudzubillahi min dzalik. Padahal, kita sudah punya hari raya sendiri, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik ra, dia berkata, saat Rasulullah SAW. datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar ('Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini?" Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa jahiliyyah". Lantas beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri" (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210) Umar Ibn Khathab berkata: "Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" (Dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqy No. 18640) Umar ra. berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka" (ibid, No. 18641) Dalam keterangan lain, seperti dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra, dia berkata, "Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka" ('Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarh hadits no. 3512)
Berkaitan dengan larangan menyerupai suatu kaum (baik ibadahnya, adat-istiadatnya, juga gaya hidupnya), Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya jilid II, hlm. 50)
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan mengikutinya. Tasyabbuh yang dilarang dalam al-Quran dan as-Sunnah secara syar’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka. Termasuk perilaku mereka dalam merayakan tahun baru masehi.

Evaluasi Diri di Tahun Baru
Sebenarnya awal tahun baru lebih cocok digunakan untuk ber-muhasabah (mengevaluasi diri). Dalam pandangan Islam, untuk mengevaluasi diri selama ini sudah ada tuntunannya dalam al-Quran, sebagaimana firman Allah SWT:

“Demi Waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS al-Ashr [103] 1-3)
Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR Ahmad)
Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakkan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana yang makruh, dan mana yang mubah.
Itu artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat) untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di malam tahun baru masehi. Itu sebabnya, Rasulullah SAW. mengingatkan tentang dua hal yang menjadikan manusia lupa diri. Sabda beliau SAW.: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Sebab, kita tidak akan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita sudah meninggalkan dunia ini. Firman Allah SWT.:

Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi (Ar Rum: 57)
Di tahun baru ini selayaknya, kita sebagai muslim yang taat, mengintrospeksi diri dengan semua apa-apa yang telah kita perbuat. Dan memilih semua bentuk amalan yang baik untuk tetap kita pertahankan dan kita tingkatkan porsi amalan yang baik untuk kita kerjakan. Dan meninggalakan semua perbuatan yang tidak bermanfaat, baik untuk diri kita ataupun orang sekitar kita.
Di tahun baru ini, ada baiknya kita senantiasa berusaha untuk menjadi hamba Allah SWT yang taat akan perintahnya, dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhi segala larangannya. Allah SWT telah berfirman bahwa manusia adalah hambanya yang memiliki tugas untuk beribadah. Kalaulah di tahun-tahun lalu kita masih sering melakukan berbagai kekurangan, maka marilah kita kejar kekurangan-kekurangan itu dengan semangat memperbaiki diri menuju kesempurnaan, baik itu dalam beribadah maupun bekerja.
Jika di masa-masa lalu masih banyak berbagai kemaksiatan yang kita lakukan, maka marilah kita ganti kemaksiatan itu dengan semangat memperbanyak amalan-amalan saleh. Kapan lagi kita memperbaiki diri, kalau bukan dimulai dari sekarang? Allah SWT tidak menjadikan kehidupan didunia ini abadi, firmannya dalam alqur’an, surat al-Anbiya 34-35 :
Artinya : Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu Muhammad, maka jika kalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap bernyawa akan merasakan mati, kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada kamilah kamu sekalian dikembalikan.
Ayat diatas sungguh sangat jelas menerangkan, bahwa kehidupan di dunia ini tidak kekal, dan semua yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.
Jika demikian untuk apalagi kita berlama-lama dalam kubangan kemaksiatan, dan untuk apalagi kita menunggu hari esok untuk berbuat amalan soleh. Dan bukankah kita sudah tahu bahwa ajal manusia adalah rahasia Allah SWT semata. Firmannya dalam al-Qur’an menyatakan: Artinya : Tiap-tiap umat memiliki batasan waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak akan mengundurkannya barang sesaatpun, dan tidak dapat pula memajukannya. Dengan ayat ini kita dapat memahami bahwa umur kita akan terus berjalan seiring jarum jam berputar, dan kesempatan tidak akan pernah mengiringi putaran jarum jam, dan yang pasti kesempatan itu? tidak akan pernah ada untuk kedua kalinya. Ini berarti umur kita bukannya semakin bertambah, tetapi sebaliknya dari tahun ketahun umur kita semakin berkurang.
Oleh sebab itu marilah kita isi hidup kta ini dengan memperbanyak amalan soleh, belajar dengan giat, bekerja dengan ikhlas, dan beribadah dengan hanya mengharap ridho Allah SWT semata. Sekarang kita masih hidup, tetapi siapa tahu beso pagi kita akan mati. Sekarang kita masih dapat menikmati tahun baru hijriah, tetapi siapa tahu tahun depan kita akan mati.
Adalah satu riwayat yang menceritakan tentang anak Umar bin khatab r.a, kembali pulang dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang melekat dibajunya yang sudah usang dan jelek. Dengan rasa kasihan umar sang Amirul mu’minin sebagai ayahnya mengirim sepucuk surat kepada bendaharawan negara, yang isinya minta agar beliau diberi pinjaman uang sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan supaya dipotong. Kemudian bendaharawan itu mengirim surat balasan kepada umar, yang isinya demikian : wahai umar adakah engkau telah dapat memastikan bahwa engkau akan hidup sampai bulan depan?, Bagaimana kalau engkau mati sebelum melunasi hutangmu? Membaca surat bendaharawan itu, maka seketika itu juga umar tersungkur menangis, lalu beliau menasehati anakanya dan berkata :Wahai anaku, berangkatlah kesekolah dengan baju usangmu itu sebagaimana biasanya, karna akau tidak dapat memperhatikan umurku walaupun untuk satu jam. Sungguh, batasan umur manusia tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah SWT semata.
Oleh karna keterbatasan tersebut, dan karena rahasia Allah SWT semata, maka marilah kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan taqwa kita kepadanya dan menambah semangat beramal ibadah yang lebih besar lagi. Kembali kepada masalah introspeksi diri dalam menyambut tahun baru hijriah, adalah sangat-sangat perlu bagi kita untuk berkaca diri, menilai dan menimbang amalan-amalan yang telah kita perbuat, penilaian dan penimbangan ini bukan hanya untuk mengetahui seberapa besar perbuatan kita. Tapi itu semua dilakukan untuk mengendalikan semua bentuk amalan perbuatan yang hendak kita lakukan dengan penuh pikiran, pertimbangan, dan pertanggungjawaban. Sebab dan terkadang manusia yang tidak pernah bercermin diri bagaikan binatang liar yang terlepas dari jeratan, ia akan berlari dengan sekencang-kencangnya dan melompat dengan sekuat tenaga tanpa menghiraukan kalau itu akan mebahayakannya kembali. Manusia yang demikian akan berbuat sekehendak hatinya, tanpa berpikir dan pertimbangan, yang pada akhirnya ia akan terjatuh di tempat yang sama dan meratapi perbuatannya dengan berulang-lang kali, sungguh malang nasibnya jika setiap tahun ia harus terjatuh dan terjatuh lagi di tempat yang sama.
Ada satu sabda nabi yang mengutarakan tentang perbuatan yang tercela, adalah sebagai berikut: ”Tanda kecelakaan itu ada empat, yaitu pertama, tidak mengingat ingat dosa yang telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan disisi Allah SWT. Kedua, menyebut nyebut segala kebaikan yang telah diperbuat padahal siapa pun tidak tahu apakah kebaikan kebaikan itu diterima atau ditolak. Ketiga, memandang orang yang lebih unggul dalam soal duniawi. Keempat, memandang orang yang lebih rendah dalam hal agama”. Allah SWT berfirman, aku menghendaki dia sedang dia tidak menhendaki diriku, maka dia aku tinggalkan? Sungguh sangat malang dan tiada ungkapan bagi manusia yang ditinggalkan sang kholiq. Akan tetapi Allah SWT, maha bijaksana, sehingga ia tidak menghendaki hamba-hambanya terjerumus dalan kehancuran. Akan tetapi Allah SWT memberikan tuntunan hidup yang berupa agama Islam, yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang menuju kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Oleh sebab itu berbahagialah bagi mereka yang memperoleh nikmat umur yang panjang dan mengisinya dengan amalan-amalan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang bijak. Rasulullah SAW bersabda : Artinya : Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya ( HR Ahmad). Suatu tindakan yang bijak, jika manusia berbuat salah kemudian ia sadar dan memperbaiki kesalahannya dengan berbuat amalan yang baik dengan komitmen tidak akan mengulangi kesalahannya itu.
Dapat kita simpulkan bahwa sebagai muslim yamg taat dengan ajaran tuhannya, hendaklah kita menyambut tahun baru ini dengan berbuat dan memperbaiki amalan-amalan kita di tahun lalu. Hidup manusia semakin hari semakin berkurang, maka layaknya manusia yang taat pada Tuhannya haruslah ia mempergunakan kesempatan hidupnya di dunia ini dengan sebaik mungkin. Karena memang ajal manusia rahasia Allah, dan jarum jam tidak akan pernah berbalik arah sudah sepantasnya manusia itu memperbaiki dirinya. Mudah-mudahan di tahun 2009 ini kita senantiasa dapat menjalaninya dengan baik dan amalan kita lebih meningkat dari tahun kemarin. Amiin Ya Rabbal Alamiin. Wallahua’lam.