Pengikut

Selasa, 23 September 2014

Jurus Pendidikan Menyongsong Era Bonus Demografi



Oleh:
Mishad*

Bonus demografi adalah sebuah fenomena kependudukan yang ditandai dengan besarnya proporsi penduduk usia produktif di sebuah tempat/negara. Kondisi ini  merupakan fenomena langka yang memberikan kesempatan emas dalam peningkatan kesejahteraan. Namun disisi lain bonus demografi juga mengandung resiko bencana jika angkatan kerja usia produktif tidak mempunyai 'bekal' yang memadai. 
Bonus demografi ditandai dengan keadaan dimana struktur penduduk didominasi oleh usia produktif antara 16-64 tahun dengan pengeluaran per kapita USD 2 – USD 20 per hari. Merekalah yang nantinya mampu menanggung mereka yang tidak lagi produktif, karena faktor usia dan lainnya. Beban tanggungan penduduk berusia produktif (dependency ratio) menjadi kecil, antara 0,4 – 0,5. Artinya  setiap 100 penduduk usia produktif hanya menanggung 40 - 50 penduduk non produktif.
Menurut Arief Hafidiyanto, Pakar Kependudukan dan Ketenagakerjaan U, tanda-tanda datangnya bonus demografi sudah muncul sejak beberapa tahun ini. Tingkat kelahiran di Indonesia menurun, diikuti oleh meningkatnya jumlah penduduk usia produktif. Berdasarkan estimasi para ahli, porsi penduduk usia produktif pada 2020 akan mencapai 69% dari total populasi.
            Menurut pakar demografi, Profesor Sri Murtiningsih Adi Utomo, periode bonus demografi merupakan “Window of Opportunity” yang nantinya sulit terulang kembali di masa depan. Bangsa Indonesia berkesempatan besar memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang ”pengaruh kesejahteraannya” bisa terasa hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Fase yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan) ini tidak akan menjadi “jendela yang bermanfaat” apabila tidak ada upaya untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada.  Dibutuhkan peran semua elemen bangsa untuk bersama menggerakkan kemajuan serta menabung (saving) kebaikan

Kondisi Penduduk Indonesia
Data kependudukan Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai masuk pada kondisi bonus demografi sejak 2010. Puncak bonus demografi dapat dinikmati pada rentang tahun 2025-2035.  Pada kisaran tahun tersebut menurut data BKKBN sekitar 70% penduduk Indonesia akan berada di usia produktif (usia 15-65 tahun). Tanpa bekal moral, kualitas pendidikan, kesehatan dan etos kerja yang baik, limpahan generasi usia produktif tidak akan memberikan bonus kesejahteraan.
Di sisi lain, angin dari bonus demografi sudah mulai dirasakan saat ini. Tingginya pertumbuhan kelas menengah Indonesia, telah menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi saat ini.Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh BPS, jumlah usia produktif Indonesia meningkat dari 65% pada tahun 2000 menjadi 66,1% pada tahun 2010. Banyaknya usia produktif diharapkan mampu menjadi penggerak perekonomian, baik sebagai tenaga kerja berkualitas maupun pembuka lapangan kerja yang akan menyerap angkatan kerja.
            Jika peran ini mampu dilaksanakan, hal ini akan membantu pemerintah dalam mensubsidi penduduk dengan usia lanjut atau yang masih di bawah 16 tahun. Peningkatan usia produktif juga disertai dengan meningkatnya pendapatan kelompok ini. Tercatat, di 2003 hingga 2010 terjadi kenaikan pengeluaran per kapita kelas menengah Indonesia sebesar 18,8%.  Pertumbuhan usia produktif yang menghasilkan kelas menengah Indonesia dengan pendapatan yang meningkat, telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang setiap tahun terus meningkat. Hal ini dikarenakan golongan masyarakat ini membutuhkan ketersediaan konsumsi yang besar. Situasi perekonomian yang kian membaik disertai pertumbuhan penduduk dengan tingkat pendapatan yang meningkat. Apabila peluang bonus demografi dapat dipertahankan dan dimanfaatkan, boleh jadi cita-cita menuju negara maju akan tercapai.
Berkaca dari kondisi saat ini, bangsa ini masih mempunyai banyak agenda pembenahan.  Mayoritas angkatan kerja masih berupa tenaga buruh kasar dengan skill yang rendah. Di sisi lain ada tumpukan lulusan perguruan tinggi dengan etos kerja yang belum teruji. Jika tidak segera berbenah maka bonus demografi hanya akan menyumbang bencana.Fase bonus demografi akan berakhir di 2045, generasi usia produktif akan memasuki usia tua dan tak lagi produktif. Gagal meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa bonus demografi artinya Indonesia akan menumpuk beban demografis.  
Bila bonus demografi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal, akan terjadi  ledakan pengangguran usia produktif. Maka sebaiknya persiapan menyongsong bonus demografi itu harus dimulai dari sekarang, agar pada waktunya Indonesia tidak panen “persoalan” tapi “kesejahteraan”.

Kualitas SDM dan Peluang Bonus Demografi
            Kualitas sumber daya manusia setidaknya bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh United Nation Development Program (UNDP), skor IPM Indonesia telah mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2011. Tapi skor IPM Indonesia ini masih tertinggal jika dibandingkan dengan Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Masih ada waktu tentunya, untuk menyongsong bonus demografi menjadi sesuatu yang bermanfaat besar bagi bangsa Indonesia. Mulai dari sekarang, pemerintah harus fokus mengelola sumber daya manusia, agar siap dan berdaya guna di tahun 2020 dan seterusnya
             Korea Selatan adalah salah satu negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi dengan baik sehingga berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. Kesuksesan Korsel memanfaatkan bonus demografi tidak terlepas dari persiapan yang dilakukan menjelang fase bonus berupa kebijakan "Intellectual capital". Menjelang bonus demografi Korsel dengan gencarnya memperbanyak tenaga intelek yang akan jadi nadi pergerakan ekonomi. Dengan bonus demografi negara ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari  7,3% menjadi 13,2%.  Negara lain yang berhasil memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, yakni Cina yang pertumbuhan ekonominya sebelum bonus demografi 6% menjadi 9,2 persen, singapura dari 8,2 meningkat menjadi 13,6,  dan Thailand dari 6,6 meningkat tajam menjadi 15,5.   
Bonus demografi tidak hanya memberikan peluang, namun juga tantangan. Jika tidak mampu memanfaatkan peluang ini, Indonesia akan mengalami jebakan kelas menengah (Middle income trap), yaitu stagnansi atau bahkan kemunduran dari kelas menengah menjadi kelas bawah. Filipina dan beberapa negara di Amerika Latin adalah contoh negara yang masuk dalam jebakan kelas menengah. Sebab negara-negara tersebut tidak mampu memperbaiki kualitas sumber daya manusianya, sehingga tidak mampu menciptakan produk-produk inovatif yang berdaya saing untuk industrinya.
   
Jurus Pendidikan
Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya sejak perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Strategi yang dapat dilakukan dalam bidang pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Langkah-langkah peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan dapat dilakukan dengan beberapa Jurus. Pertama, Mengoptimalkan anggaran bidang Pendidikan yang mencapai 20% dari nilai APBN untuk peningkatan kulitas SDM, utamanya SDM yang akan masuk dalam bursa kerja dengan memperbanyak cakupan pendidikan kejuruan dan ketrampilan serta melalui Balai-balai Latihan Kerja terutama di pusat-pusat pertumbuhan dengan melibatkan pihak swasta (industri, perkebunan, pertambangan,dan lain-lain) dengan sistem pemagangan.
Kedua, Diperlukan kebijakan revitalisasi pendidikan dunia kerja, guna memenuhi tantangan ketenagakerjaan dalam menghadapi keterbukaan pasar kerja ASEAN 2015, di mana tenaga kerja asal negara ASEAN dari luar bebas bekerja di Indonesia dan sebaliknya. Termasuk siap menghadapi era perdagangan bebas asia pasifik yang digagas oleh APEC.
Ketiga, segera menanggulangi permasalahan-permasalahan pendidikan yang mendesak, seperti tidak meratanya pendidikan di seluruh wilayah, minimnya fasilitas yang mendukung untuk pendidikan, harga pendidikan yang tinggi, kualitas guru yang rendah, pendidikan yang masih tanpa karakter dan lain-lain.
             Keempat, Penguasaan teknologi bagi pendidik dan peserta didik. Saat ini pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan seperti dalam kegiatan belajar mengajar sampai administrasi pendidikan, menjadi sebuah momok dalam dunia pendidikan di Indonesia, bagaimana tidak?. Indonesia beramai-ramai saat ini mengadaptasi pendidikan dari luar negeri yang sistem pendidikannya dinggap bagus seperti Singapura, Jepang, Amerika sampai dengan Australia sebagai upaya proses modernisasi. Modernisasi itu meliputi kurikulumnya, kegiatan belajar mengajarnya, manajerialnya sampai dengan metode pengevaluasian peserta didik, namun pengadaptasian itu tidak diimbangi dengan pemanfaatan teknologi berbasis budaya lokal sehingga ketimpangan dan ketidakberdayaan Indonesia dalam menyeimbangkan proses adapatasinya menjadikan tujuan pendidikan menjadi bias dan terkendala mulai dari jarak, ruang dan waktu dalam pemanfaatan teknologi ini. Oleh karena itu,, penguasaan teknologi adalah sebuah keharusan bagi guru dan murid dengan tanpa meninggalkan kearifan lokal (adat istiadat yang baik) dan penanaman akhlak mulia.
                Penanaman adat istiadat yang baik dan akhlak mulia sangat penting untuk mencetak generasi emas (golden generation) harapan bangsa yang diperkirakan periodenya bersamaan dengan masa bonus demografi, yaitu sekitar tahun 2030. Generasi emas menurut saya adalah generasi yang ber-IMTAQ baik dan ber-IPTEKS tinggi. Jika generasi emas seperti ini terwujud, maka bonus demografi tersebut akan menjadi panen demografi. Generasi kita tidak hanya akan meningkat kesejahteraannya tapi juga akan meningkat karakter akhlak mulia dan ke-riligiusan mereka. Wallahua’lam