Pengikut

Senin, 25 November 2013

Belajar Membangun Jaringan Pendidikan Islam Ala Singapura


Oleh:
Mishad

            “Lega”  Mungkin Itu sesuatu yang saya rasakan ketika lolos dari pemeriksaan petugas imigran negeri Singapura. Dari dua kali saya dan teman-teman masuk Singapura, mesti saja ada beberapa teman di antara rombongan kami yang harus tertahan untuk diinterogasi di kantor imigrasi. Mungkin karena mereka dicurigai terkait dengan suatu kejahatan, meskipun pada akhirnya lolos. Memang, masuk ke negara Singapura terkesan lebih ketat dari pada masuk negara Malaysia apalagi masuk ke negara Indonesia. Selain ada teman yang tertahan sementara di kantor imigran ada juga tas koper bawaan teman kami yang dijebol karena dianggap membawa benda-benda yang mencurigakan, walaupun ternyata hanya karena ditemukan parfum cair bervolume 110 ml atau lebih 10 ml dari batas yang ditentukan, yaitu 100 ml.
            Saya akui, negara Singapura memiliki kelebihan dari segi infra struktur atau fasilitas umum yang serba teratur dan bersih. Di antaranya jalan-jalan yang lebar dan tidak macet. Kendaraan umum, terutama MRT yang cukup tersedia dan nyaman. Tata ruang dan kebersihan kota yang sesuai dan selalu terjaga. Semua itu disebabkan oleh  kesadaran warga Singapura yang tinggi dan ditunjang oleh  sangsi denda yang besar jika mereka melanggar.
            Tapi sesuatu yang kurang juga amat saya rasakan di negeri Singa ini, yaitu saya merasakan monoton, bosan dan kaku. Entah sepertinya kotanya tidak dinamis. Tapi saya juga tidak bisa mendiskripsikan dengan jelas kekurangan tersebut. Belum lagi budaya “glamour” dan “nudies” mereka. Jangan heran kalau di jalan-jalan Singapura kita menjumpai wanita-wanitanya yang hanya bercelana pendek dan ber-singlet saja. Saya juga merasakan sebagian besar penduduknya berprinsip aku adalah aku dan kamu adalah kamu, artinya mereka sangat individualis. Yang membuat tidak betah lagi adalah melihat penduduk di sana yang rata-rata tinggal di apartemen/rumah susun yang tidak mempunyai halaman dan tempat bermain yang lapang.
            Saya baru terhibur ketika masuk di area perkampungan sekitar masjid Sultan Singapura. Di sana saya melihat budaya masyarakatnya lebih humanis. Mungkin karena umat muslim di sana minoritas sehingga jalinan silaturrahim di antara mereka cukup terasa. Makanan-makanan halal pun cukup tersedia di lingkungan sekitar masjid yang konon dibangun masyarakat Jawa pada tahun 1826 itu. Hati ini serasa lebih damai ketika masuk masjid dan bertemu dengan komunitas muslim dan berkunjung ke madrasah-madrasah di Singapura.

Sejarah Masuknya Islam di Singapura
Saya pernah membaca, bahwa dalam perjalanan sejarahnya, Singapura pernah menjadi salah satu pusat Islam paling penting di Asia Tenggara, hal ini dilihat dari keunggulannya sebagai pintu masuk bagi para pedagang dari berbagai benua maupun negara asing atau disebut dengan pusat perdagangan internasional. Selain sebagai pusat perdagangan, negara ini sangat strategis bagi pusat informasi dan dakwah Islami, baik pada masa kesultanan Malaka maupun sampai sekarang.
            Sejarah kehadiran agama Islam di Singapura tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kedatangan Islam di Asia Tenggara pada umumnya, begitu pula   dari masa ke masa yang selalu berkaitan dengan perkembangan agama Islam di wilayah lainya. Pada sebagian ahli sejarah sudah hampir sepakat bahwa agama Islam sudah sampai ke Asia Tenggara pada abad pertama Hijriah atau pada akhir abad ke-7 Masehi, karena pada abad itu pedagang-pedagang Arab atau pedagang Muslim India sudah mengadakan perdagangan sampai ke selat Malaka dan ke Cina, sebagian ada yang singgah di Sumatera dan Jawa. Kemudian jalur perdagangan itu menjadi rute tetap pada pedagang Arab dan India yang menjulur dari laut Tengah melalui Persia dan India ke Asia Tenggara dan kemudian ke Tiongkok.

Perkembangan Islam di Singapura
Pembentukan kelembagaan keagamaan pertama bermula sejak 1880, ketika dibentuk jabatan Qadi (Hakim Agama), yang didasarkan pada Ordonansi Perkawinan Pengikut Muhammad. Selanjutnya masalah-masalah yang muncul  dikalangan internal umat Islam atau dengan umat agama lain diurus oleh Moslems and Hindu Endowment Board, pada tahun 1906. Anehnya sampai dengan tahun 1948 tidak seorang muslim pun bekerja di lembaga ini. Sampai dibubarkan pada tahun 1968, dewan ini terdiri dari: pengacara umum, tiga orang wakil umat Islam, tiga wakil umat Hindu, satu Persia, dan bendahara umum yang juga bertugas sebagai sekretaris dewan.
Pada tahun 1968, pemerintahan Singapura membentuk lembaga Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) yang didirikan di bawah perundang-undangan dan ketentuan AMLA (Administration Of Muslim Law Act OF 1966 ). MUIS yang terdiri dari seorang ketua dan 7 orang anggota, tugas utamanya adalah untuk menasehati Presiden Singapura mengenai hal ihwal Islam. MUIS bertanggung jawab dalam mengatur administrasi hukum Islam di Singapura, termasuk mengumpulkan zakat mall, pengaturan perjanjian haji, sertifikasi halal, aktivitas dakwah, mengorganisasi sekolah-sekolah agama, mengorganisasi pembangunan masjid dan manajerialnya, pemberian bantuan beasiswa pelajar muslim, bertugas mengeluarkan fatwa agama. MUIS di angkat dan diberhentikan oleh Presiden, melalui usulan dari kelompok muslim.
Selain MUIS, ada pula lembaga yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan yaitu Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Dan adapula lembaga DANAMIS yaitu Dana Perwalian Muslim yang bergerak dalam bidang pendanaan sosial ekonomi umat, semacam koperasi dan lembaga keuangan non-pemerintah. Lembaga berikutnya adalah Himpunan Dakwah Islam Singapura (JAMIYAH) dan Association of Muslim Profesionals (AMP) yang didirikan pada bulan Oktober 1991, lembaga ini berkeinginan untuk mewujudkan masyarakat muslim Singapura yang siap bersaing secara terhormat untuk memasuki masa depan yang lebih baik.
Organisasi lain yang tumbuh adalah Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1957 oleh sekumpulan pelajar yang memanggil diri mereka Ahlul Sunnah Wal-jamaah. Bermula dengan kelas-kelas agama, kegiatan badan ini telah berkembang ke bidang-bidang lain termasuk taman kanak-kanak dan madrasah. Turut memberi sumbangan adalah Darul Arqam (Persatuan Muallaf Singapura), yang memberi perlindungan kepada pemeluk baru agama Islam. Belakangan ini, Darul Arqam gigih berusaha untuk mengajak orang Islam dan juga bukan Islam berdakwah. Ia ingin Islam di lihat sebagai agama bukan saja orang melayu, tetapi untuk semua bangsa. Darul Arqam telah membawa Islam ke dunia antar bangsa melalui pertukaran antar kebudayaan denagn orang Islam di seluruh dunia. Tokoh-tokoh Islam terkemuka kerap diundang untuk menyampaikan ceramah-ceramah umum.

Pendidikan Islam Di Singapura            
             Pendidikan Islam di Singapura di sampaikan para ulama yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari Negara Asia Barat dan dari benua kecil India. Para ulama tersebut diantaranya ialah Syaikh Khatib Minangkabau, Syaikh Tuanku Mudo Wali Aceh, Syaikh Ahmad Aminuddin Luis Bangkahulu, Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (Mufti Betawi), Syaikh Habib Ali Habsyi (Kwitang Jakarta), Syaikh Anwar Seribandung (Palembang), Syaikh Mustafa Husain (Purba Baru Tapanuli), Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang Panjang) dan lain-lain.
             Proses perkembangan pendidikan Islam di Singapura tidak lepas dari awal mula masuknya Islam di Singapura. Ini akan menjadi suatu pokok bahasan yang sangat menarik. tentang bagaimana peran serta pendidikan Islam yang berada di negeri Melayu tersebut. Seperti di negara lain, pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
            Adapun sistem modern adalah melalui sistem sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah, sekolah Arab atau sekolah agama. Ada empat madrasah terbesar di Singapura sampai saat ini, yaitu:
 a. Madrasah al-Junied al-Islamiyyah, didirikan pada bulan muharam 1346H (1927M) oleh pangeran Al-Sayyid Umar bin Ali al-Junied dari Palembang. Mata pelajaran yang diajarkan dimadrasah ini adalah ilmu Hisab, Tarikh, Ilmu Alam, Bahasa Melayu, Bahasa Inggris, Sains, Sastra Melayu dan mata pelajaran lainnya.
 b. Madrasah al-Ma’arif, didirikan pada tahun 1940-an. Pengasuh madrasah ini adalah lulusan universitas al-Azhar, Mesir dan dari kawasan Asia Barat. c.    Madrasah Wak Tanjung Al-Islamiyyah, didirikan pada tahun 1955
d.  Madrasah Al-Sago (atau Al-Saqaf), didirikan pada tahun 1912 diatas tanah yang diwaqafkan oleh Sed Muhammad bin Sed Al-Saqof.
          Pendidikan merupakan standarisasi penilaian secara tidak langsung yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengkategorisasikan maju tidaknya sebuah Negara. Singapura dilihat dari faktor pendidikan tekanan bagi kaum muslim dan Melayu di Singapura sungguh-sungguh nyata. Ini terlihat dari meningkatnya pendidikan dan kemajuan ekonomi yang telah dicapai orang-orang Singapura lainnya khususnya orang-orang China yang mayoritas di negara itu.
         Tekanan tersebut nampak nyata dalam tulisan-tulisan dan studi-studi yang dilakukan komunitas Muslim-Melayu sepanjang tahun 1980-an. Dilatarbelakangi sensus penduduk 1980 yang menyatakan bahwa orang-orang Melayu Singapura tertinggal di belakang etnis lain, dalam status sosial ekonomi, diskursus publik kembali diaktifkan organisasi-organisasi muslim seperti Majlis Pusat untuk menggerakkan pesan bahwa jalan keluar bagi kaum muslim adalah meningkatkan pendidikan dan kompetensi profesional. Sejalan dengan seruan itu adalah himbauan dari pemimpin-pemimpin muslim dan aktivitas-aktivitas yang berorientasi Islam agar menanggulangi status sosial ekonomi mereka dalam kerangka dan prinsip-prinsip Islam.
         Sejauh menyangkut masalah pendidikan walau sejak tahun 1970-an pesan pentingnya pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) sebagai katalis bagi kehidupan yang lebih layak bagi etnis Melayu telah disuarakan oleh organisasi-organisasi Melayu, kembali di intensifkan pada tahun 1981. Pada tahun itu pula didirikan Majelis Pendidikan Anak-Anak Muslim (MENDAKI) yang mengarahkan kegiatannya pada masalah pendidikan bagi anak-anak muslim. Pemimpin melayu muslim sangat berhasil dalam menarik dukungan yang besar, bukan hanya dari perhimpunan-perhimpunan atau kelompok-kelompok Melayu-muslim, tapi juga dari pemerintah. Status majlis itu kemudian meningkat menjadi yayasan tahun 1982 setelah majelis sukses melaksanakan ‘Kongres tentang Pendidikan Anak-Anak Muslim’, suatu kesempatan di mana Perdana Menteri menyampaikan suatu key note addres.
            Hal lain yang menarik bagi saya tentang pendidikan Islam/madrasah di Singapura adalah jaringan sistem pendidikan mereka yang kompak. Beberapa Madrasah di sana walaupun berbeda aliran seperti Sunni, Al Irsyad, dan Muhammadiyah membentuk komunitas bersama yang dinamakan JMS (Joint Madrasah System). Pada tahun 2008, Joint Madrasah System ( JMS ) diperkenalkan untuk membantu madrasah dalam peningkatan terus menerus dari sistem pendekatan terpadu dan holistik dalam sistem madrasah secara keseluruhan. Pada tahun 2009 sistem JMS dilaksanakan dengan tiga madrasah, yaitu Madrasah Al - Irsyad Al – Islamiyah (Al Irsyad), Madrasah Al Junied Al Islamiah (Sunni) - dan Madrasah Al - Arabiah Al - Islamiah (Muhammadiyah). membuat keputusan bersejarah untuk berkolaborasi bersama-sama dalam kerangka JMS . Uniknya walaupun berbeda aliran, mereka membuat iklan bersama dalam 1 brosur dan 1 website yang mereka link-kan dengan MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura) untuk  menjaring siswa baru dan promosi.
            Mungkin karena Islam adalah salah satu agama yang minoritas  di Singapura, sehingga antar mereka lebih rukun dan merasa senasib, termasuk dalam memperjuangkan madrasah. Mungkin JMS bisa kita adopsi dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. Betapa rukunnya jika sekolah/madrasah NU, Muhammadiyah, dan sekolah/madrasah ormas Islam lain di Indonesia membuat brosur dan website bareng untuk mempromosikan dan menjaring siswa barunya. Saya yakin, kemayoritasan Islam di Indonesia bukan menjadi sebab kekurang harmonisan hubungan antara sekolah/madrasah Islam. Tapi mungkin karena kita belum mencoba untuk melakukannya. Jika ingin belajar lebih detil tentang JMS, bisa membuka website-nya di www.muis.gov.sg/jms atau bisa pinjam langsung brosurnya di saya. Mudah-mudahan persatuan ummat Islam di Indonesia bisa dimulai dari persatuan madrasah/sekolah Islam. Wallohua’lam.